Kekuatan partai politik Islam di Kota Bekasi tidak bisa dianggap remeh. Sayangnya mereka belum mampu berbicara banyak setiap kali Pilkada digelar.
Pada edisi pertama Pilkada Kota Bekasi tahun 2008 misalnya, PKS sebagai partai Islam dengan suara mayoritas dan berstatus pemenang pada Pemiliu Legislatif tahun 2004 tak mampu menghantarkan kadernya menjadi wali kota.
PKS yang mengusung Ahmad Syaikhu dan Kamaludin harus mengakui duet PDI Perjuangan dan Golkar yang mengusung Mochtar Mohamad dan Rahmat Effendi.
Catatan menarik pada saat itu, PKS sebagai partai Islam dengan kekuatan terbesar justru tak mampu merangkul partai Islam lain macam PAN, PKB, PBB dan PPP yang memilih bergabung dengan PDI Perjuangan dan Golkar.
Lima tahun berselang, partai Islam justru tercerai-berai. PBB misalnya memilih bergabung dalam koalisi yang digawangi PDI Perjuangan
Sementara PPP, PAN membentuk koalisi dengan Gerindra mengusung kandidat sendiri.
Sedangkan PKS yang punya pengalaman kalah pada edisi Pilkada sebelumnya, mengambil pilihan pragmatis berkoalisi dengan Golkar, menyodorkan Ahmad Syaikhu untuk menjadi wakil Rahmat Effendi yang berstatus petahana setelah rekannya Mochtar Mohamad berurusan dengan KPK. Padahal dari sisi perolehan kursi di DPRD Kota Bekasi, jumlah kursi PKS jauh lebih banyak dari Golkar, yakni 10 berbanding 6. Dalam koalisi tersebut ada PKB yang ikut nebeng.
Pilihan PKS pada akhirnya tepat, karena duet Rahmat Effendi dan Ahmad Syaikhu berhasil menang Pilkada.
Adapun pada edisi terakhir justru lebih mengenaskan, PKS dibiarkan sendirian. Semua partai Islam dari PAN, PPP, PKB memilih bergabung dengan koalisi bentukan Golkar.
PKS yang tak punya pilihan akhirnya terpaksa harus berkoalisi dengan Gerindra yang saat itu memang tak diajak gabung dalam koalisi besutan Golkar. Berbekal hubungan mesra kedua partai tersebut di level nasional pada saat itu, PKS dan Gerindra akhirnya menjadi penantang Golkar bersama koalisi besarnya.
Hasilnya sudah bisa ditebak, koalisi PKS dan Gerindra kalah telak. Mereka tak mampu menandingi koalisi besar yang digalang Golkar. Disamping itu pula, kala itu sosok Rahmat Effendi yang diusung Golkar dan koalisinya memang memiliki tingkat keterpilihan tinggi, sehingga hampir sulit ditandingi.
Melihat rekam jejak tiga Pilkada terakhir, terlihat jelas bahwa relasi antarpartai Islam di Kota Bekasi tidak terbentuk dengan baik. Khusus untuk PKS, yang sejauh ini menjadi kekuatan partai Islam terbesar di Kota Bekasi seolah berjarak dengan partai Islam lain seperti PAN, PPP dan PKB.
Pilkada edisi pertama tahun 2008 silam contohnya, PKS yang saat itu sedang kuat-kuatnya dan punya figur bagus sekaliber Ahmad Syaikhu tak bisa menyakinkan partai Islam lain untuk berkoalisi bersama mereka.
Sedangkan pada Pilkada edisi kedua, PKS yang memilih berkoalisi dengan Golkar sama saja, membuat partai Islam lain seperti PPP, PAN, PBB jalan sendiri-sendiri. Hanya PKB yang saat itu mau berada dalam koalisi Golkar dan PKS.
Dan di edisi terakhir justru lebih menyedihkan PKS ditinggal oleh partai Islam lain yang memilih berkolisi di bawah komando Golkar.
Hari ini kekuatan partai Islam sejatinya masih potensial. Perolehan kursi partai Islam saat ini di DPRD Kota Bekasi misalnya mencapai 20 kursi dari 50 kursi yang tersedia atau 45 persen. Dengan rincian PKS 12 kursi, PAN 5 kursi, PPP 2 kursi dan PKB 1 kursi.
Jika melihat dari gambaran tersebut, mestinya itu bisa menjadi modal yang luar biasa untuk memang pada Pilkada nanti. Meskipun, sarat untuk pencalonan Pilkada 2024 mendatang bakal menggunakan perolehan suara atau kursi hasil pemiliu terbaru yakni pemilu 2024.
Namun setidaknya, peta kekuatan partai Islam di Kota Bekasi saat ini bisa menjadi gambaran sejauh mana kekuatan gabungan partai-partai Islam di Kota Bekasi.
Figur partai Islam Kota Bekasi
Bicara kekuatan partai tak lengkap bila tidak membicarakan figur. Soal figur, sejumlah partai Islam punya nama-nama yang mungkin disodorkan sebagai kandidat.
Di PKS ada sosok Heri Koswara yang merupakan Ketua DPD PKS Kota Bekasi dan juga anggota DPRD Jawa Barat. Sosoknya kemungkinan besar akan dimajukan oleh partainya untuk maju di Pilkada.
Rekam jejaknya cukup mentereng, tiga kali terpilih jadi anggota DPRD Kota Bekasi yakni tahun 2004, 2009 dan 2014 dan 2019 terpilih menjadi anggota DPRD Jawa Barat hingga kini. Hampir setiap kali momen Pilkada, namanya selalu masuk bursa di internal PKS.
Sementara di PAN, ada nama Abdul Muin Hafied. Ia merupakan salah satu figur politisi senior di PAN. Tiga periode terpilih menjadi anggota DPRD Kota Bekasi yakni tahun 2009, 2014 dan 2019 rasanya cukup menunjukan kwalitas seorang Abdul Muin.
Selain Abdul Muin, PAN juga punya sosok anggota DPR RI, Intan Fauzi yang bisa jadi figur alternatif.
PAN juga bisa saja mengambil kader dari luar Kota Bekasi seperti Pasha Ungu yang cukup santer disebut bakal dicalonkan pada Pilkada Kota Bekasi.
Lalu bagaimana dengan PPP. Hingga kini, satu-satunya nama yang punya peluang besar dan secara terang-terangan menyatakan diri siap maju Pilkada hanya Ketua DPC PPP Kota Bekasi, Solihin. Berstatus anggota DPRD Kota Bekasi aktif yang sudah dua kali terpilih dalam pemilu, Solihin cukup percaya diri menatap Pilkad 2024.
Sedangkan PKB, pada Pilkada mendatang nampaknya tak punya stok untuk digadang. Mereka memang punya sosok Ahmad Ustuchri, anggota DPRD Kota Bekasi aktif yang sudah tiga kali terpilih jadi wakil rakyat. Sayang, tidak harmonisnya hubungan Ustuchri dengan pengurus DPC PKB Kota Bekasi nampaknya membuatnya sulit masuk bursa.
Meskipun nyaris tak punya stok, bisa saja PKB yang mayoritas pendukungnya adalah warga Nahdliyyin menyorongkan tokoh Nahdlatul Ulama.
Melihat potensi partai dan figur yang ada, poros partai Islam pada Pilkada Kota Bekasi masih menjadi kekuatan yang seksi. Apalagi bila hasil Perolehan suara mereka pada Pemilu Legislatif 2024 mendatang megalami peningkatan signifikan atau minimal masih sama dengan pemilu 2019. Maka bukan tidak mungkin poros partai Islam menang pada Pilkada Kota Bekasi dan untuk pertama kalinya mematahkan dominasi partai non agama.
Apalagi Pilkada 2024 mendatang nyaris tidak ada sosok atau partai yang punya kekuatan dominan. PDI Perjuangan misalnya yang punya Tri Adhianto selaku kandidat petahana tak otomatis bisa memenangi Pilkada. Apalagi hingga kini, elektabilitasnya dari sejumlah rilis lembaga survei masih di bawah 30 persen yang secara matematis bukanlah angka aman alias bisa dikalahkan.
Tinggal, bisakah partai-partai Islam ini meredam egonya untuk bisa bersatu pada Pilkada nanti. Ini yang nampaknya menjadi PR yang berat untuk dikerjakan.
Oleh : Redaksi Klik Bekasi