Sikap Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto dinantikan 13 ribu lebih Tenaga Kerja Kontrak (TKK) di Pemkot Bekasi yang nasibnya di ujung tanduk, imbas keluarnya aturan penghapusan tenaga honorer oleh pemerintah pusat.
Ketua Umum Forum TKK Kota Bekasi, Rahmat Hidayat meminta agar Plt Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto memberikan kepastian mempertahankan TKK Kota Bekasi tahun 2023 mendatang.
“Kita butuh kejelasan nasib. Kita ingin TKK bisa dipertahankan tahun 2023 mendatang,” kata dia, melalui rilis yang diterima oleh redaksi, belum lama ini.
Dirinya pun meminta Ketua DPRD Kota Bekasi membuat regulasi sebagai payung hukum yang jelas bagi TKK. Sehingga TKK tidak hanya jadi alat politik semata oleh penguasa.
Para TKK berharap nantinya bila ada pengalihan TKK menjadi PPPK, penerapannya bisa berjalan normatif dan menjadikan masa bhakti kerja TKK dalam skala prioritas.
“Kami selaku perwakilan Forum TKK Kota Bekasi memohon kepada kepala daerah maupun legislatif untuk memberikan kejelasan nasib teman teman di tahun 2023 mendatang. Seiring terbitnya SE Menpan-RB tentang penghapusan honorer,” tandasnya.
Sesuai surat Surat Edaran (SE) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tertanggal 31 Mei 2022, per November 2023 tenaga honorer mulai dihapuskan.
Dengan penghapusan itu maka pemerintah hanya mengenal dua jenis Aparatur Sipil Negara (ASN) yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) mengacu pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hal ini tentu bukan kabar baik untuk para TKK dan membuat posisi mereka terancam. Sekalipun peluang mereka tetap bekerja tak sepenuhnya habis.
Para TKK masih bisa bekerja dengan cara diangkat menjadi PPPK. Kebijakan ini memungkinkan asalkan TKK memenuhi ketentuan yang berlaku, yakni sudah bekerja dalam jangka waktu lima tahun seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Pasal 99 ayat 2.
Masalahnya, berapa banyak TKK yang bisa beralih ke PPPK, sedangkan kuota PPPK tentu akan diatur jumlahnya oleh pemerintah pusat.
Di samping itu, apakah Pemkot Bekasi memiliki kemampuan keuangan untuk menggaji para PPPK mengingat gaji mereka dibebankan ke APBD. Hal ini jelas bisa menjadi masalah baru mengingat besaran gaji PPPK tentu lebih besar dibandingkan gaji TKK atau honorer yang selama ini bekerja untuk Pemkot Bekasi.
Selain mengangakat TKK menjadi PPPK, Pemkot Bekasi juga bisa mempekerjakan TKK melalui pola outsourcing. Solusi yang belakangan banyak dikecam oleh tenaga honor tidak hanya di Kota Bekasi namun hampir di semua pemda.
Senada dengan para TKK, anggota DPRD Kota Bekasi, Solihin juga mendesak Pemkot Bekasi dalam hal ini Plt Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto mengambil sikap tegas soal kebijakan penghapusan tenaga honorer.
“Plt juga harus tegas sikapnya soal ini. Karena kebijakan ini bisa menimbulkan persoalan bagi Pemkot Bekasi jika tidak disikapi dengan baik,” pungkasnya.
Ia mendesak agar aturan tentang penghapusan tenaga honorer yang tertuang dalam SE Menpan-RB segera dicabut.
Dia pun menilai peraturan tersebut berpotensi menimbulkan polemik dan kegaduhan di seluruh Pemda di Indonesia termasuk Kota Bekasi.
“Saya atas nama anggota DPRD Kota Bekasi meminta Menpan-RB mencabut aturan tersebut. Saya sangat tidak sepakat karena aturan ini bisa menimbulkan masalah di daerah se-Indonesia termasuk di Kota Bekasi salah satunya,” tegas Sholihin, belum lama ini.
Selain berpotensi membuat gaduh, SE Menpan-RB menurut Sholihin bertentangan dengan Undang-undang Otonomi Daerah yang mana Pemda memiliki otoritas dalam mengelola manajemen pegawai sesuai dengan kebutuhan daerahnya masing-masing.
“Jadi bukan tidak sepakat dengan Pemerintah Pusat, tapi harusnya pemerintah bisa melihat kebutuhan pegawai di masing-masing daerah itu berbeda-beda,” kata pria yang akrab disapa Gushol itu.
Soal TKK, Solihin melihat, keberadaan TKK bagi Pemkot Bekasi sangatlah penting dan dibutuhkan mengingat jumlah pegawai di Kota Bekasi yang masih kurang.
“Pegawai Pemkot Bekasi yang PNS sedikit. Kalau tidak ada TKK jelas Pemkot Bekasi kewalahan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” terang dia.
Baginya, TKK masih harus tetap ada. Toh selama ini, Pemkot Bekasi tidak punya problem dalam hal pembiayaan.
“Selama kita mampu membiayai lewat APBD, saya kira tidak masalah TKK bekerja untuk Pemkot Bekasi, ” tandasnya.
Sementara bagi sejumlah Pemda dan kepala daerah lain di Indonesia, kebijakan penghapusan tenaga honorer dianggap sebagai masalah serius.
Belum lama ini kebijakan penghapusan tenaga honorer menjadi pembahasan serius oleh Pemda dan kepala daerah se-Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI).
Mayoritas Pemda dan kepala daerah berkeberatan dengan diberlakukan kebijakan tersebut lantaran bisa menimbulkan maslah baru bagi pemda-pemda di Indonesia.
Sedang pemerintah pusat sendiri nampaknya tidak main-main dalam memberlakukan kebijakan penghapusan tenaga honorer.
Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md menegaskan bahwa penghapusan tenaga honorer di seluruh instansi tetap dilakukan pada 28 November 2023.
Tak tanggung-tanggung, pemerintah juga bakal memberikan sanksi kepada kepala daerah yang menolak menghapus tenaga honorer.
Kepala daerah yang melakukan penolakan penghapusan tenaga honorer dianggap tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 67 huruf b UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yaitu menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sejauh ini, belum ada tanda-tanda terkait langkah strategis apa yang bakal Pemkot Bekasi dan kepala daerah ambil menyikapi aturan penghapusan tenaga honorer
Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Bekasi, Karto mengatakan, bahwa saat ini Pemkot Bekasi tengah membahas perihal aturan penghapusan tenaga honorer yang tertuang dalam SE Menpan-RB.
“Terkait dengan hal itu pemerintah daerah masih membahas,” ujarnya singkat melalui pesan Whatsapp.(Ical)