Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto harus hati-hati betul mengambil langkah atau kebijakan terhadap Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) di wilayahnya. Salah-salah, ia justru bisa ditimpa bahaya.
Tri Adhianto memang tengah jadi bahan pergunjingan akibat sejumlah keputusan yang ia ambil terhadap BUMD. Apalagi setelah ia memberhetikan Direktur Utama Perusahaan Daerah Tirta Patriot , Solihat dan mengangkat Plt Direktur Utama, Ali Imam Fariyadi yang merupakan Direktur Usaha Tirta Patriot.
Keputusan pria yang akrab disapa Mas Tri tersebut memunculkan banyak reaksi, salah satunya datang dari sejumlah anggota DPRD Kota Bekasi. Tak sedikit, anggota dewan yang menyesalkan keputusan Tri, meski ada juga yang mendukung kebijakan tersebut.
Meski begitu, Tri nampaknya tak mau ambil pusing. Bahkan kabarnya, setelah Tirta Patriot, BUMD lainnya tinggal menunggu giliran untuk dirombak olehnya.
Masalahnya sekarang, apakah kebijakan yang Tri ambil semata-mata murni untuk kepentingan pemerintah daerah yakni memajukan BUMD. Atau ada muatan lain, misalnya, menempatkan orang-orang yang punya ke dekatan dengannya untuk mengisi jabatan strategis di BUMD.
Sejauh ini gelagat menjadikan BUMD sebagai alat kepentingan pribadi Tri mulai tampak. Sejak Tri menjabat Plt Wali Kota Bekasi misalnya, ada nama-nama baru masuk ke dalam tubuh BUMD, yang mana nama-nama tersebut memiliki irisan dengan Tri, entah mantan tim sukses atau orang yang satu partai dengannya.
Di Tirta Patriot misalnya, ada dua orang anak buah Tri di PDI Perjuangan yang masuk mengisi jabatan Staf Ahli di perusahaan plat merah tersebut. Mereka menduduki jabatan tersebut, tak lama setelah Tri menjabat Plt Wali Kota Bekasi.
Diangkatnya Ali Imam Fariyadi menjadi Plt Direktur Utama Tirta Patriot ditengarai dikarenakan keduanya punya relasi atau kedekatan. Ali Imam Fariyadi, merupakan salah satu sosok yang ikut mendukung pencalonan Tri dalam Pilkada Kota Bekasi tahun 2018 silam.
Dengan gambaran tersebut, ia tak ubahnya para pendahulunya. Menjadikan BUMD untuk alat memuluskan kepentingan pribadi kepala daerah semata.
Dan apa yang Tri lakukan tersebut, sejatinya membahayakan untuk dirinya. Dari awal mulanya, sekadar menjadikan BUMD sebagai wadah untuk mengakomodir orang-orangnya, ia bisa tergiur untuk melakukan hal lain, seperti korupsi misalnya.
Hal yang mungkin saja terjadi, sebab merujuk data penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK sejak tahun 2004 hingga 2021, BUMD sebagai instansi dengan peringkat keempat penyumbang tersangka korupsi terbanyak di Indonesia.
Dari data tersebut bisa digaris bawahi, bahwa BUMD merupakan area rawan korupsi, yang bisa saja, baik direksi atau kepala daerah bisa terjebak dalam pusaran korupsi BUMD. Jadi, hati-hati Mas Tri!
Oleh: Redaksi Klik Bekasi