Buruh Bekasi Kompak Tolak RPP Pengupahan

Buruh di Kabupaten Bekasi menegaskan sikap untuk menolak Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan yang akan disahkan pemerintah pusat dalam waktu dekat.

Selasa (20/10/2010) kemarin, ribuan buruh kompak menyuarakan penolakan tersebut di kantor Bupati Bekasi dan kantor DPRD Bekasi. Mereka tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI).

Menurut mereka, aturan yang mengatur formulasi kenaikan upah tersebut akan merugikan buruh. Salah satu yang disorot ialah soal ‘penghilangan’ peran buruh dalam penentuan upah minimum.

“Dalam aturan itu, buruh tidak diberikan peran saat penentuan upah. Sebelumnya kan tripartit, artinya ada pemerintah, pengusaha dan buruh,” kata Taufik, salah seorang koordinator.

Seperti diketahui, aturan tersebut sebenarnya sudah dirancang sejak lama. Hanya saja, pengesahannya selalu terganjal oleh penolakan buruh.

Kamis, 15 Oktober 2015, pemerintah pusat mengeluarkan paket kebijakan ekonomi tahap empat. Inti paket kebijakan tersebut ialah pemerintah segera mengesahkan RPP Pengupahan.

Dalam RPP Pengupahan, upah buruh akan naik setiap tahun secara otomatis, dengan formula upah minimum tahun ini ditambah persentase inflasi dan angka pertumbuhan ekonomi.

“Upah buruh akan naik setiap tahun, berdasarkan nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi,” kata Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.

“Maka, upah tahun depan adalah upah minimum sekarang ditambah persentase kenaikan inflasi, ditambah pertumbuhan ekonomi.”

Darmin mengatakan, secara konseptual, ini formula yang sudah bisa dikatakan adil. Di negara maju, sebut Darmin, formula tersebut sudah dipakai.

“Jadi misalnya inflasi tahun ini lima persen, pertumbuhan ekonomi lima persen, maka tahun depan upahnya adalah upah minimum tahun ini ditambah 10 persen,” jelas Darmin.

Darmin mengatakan, hasil pertumbuhan ekonomi di suatu negara tidak sepenuhnya diberikan kepada buruh. Sebab, peranan pengusaha atau pemilik modal juga dominan.

“Bukan cuma buruh yang berperan dalam pertumbuhan ekonomi, tapi ada pengusaha. Formulasi ini cukup adil,” kata Darmin.

Terpisah, Sekjen KSPI Muhammad Rusdi mengatakan, RPP Pengupahan bukan solusi yang bisa menjawab keburuhan buruh. RPP pengupahan hanya merespon keinginan pengusaha.

Dengan skenario kenaikan yang rata-rata hanya 10% setiap tahunnya, menurutnya, upah buruh Indonesia akan semakin jauh tertinggal jika dibandingkan negara tetangga.

“Kita sudah tertinggal dari segi upah minimum. Dengan formulasi pengupahan baru, kenaikan upah buruh Indonesia justru akan semakin lambat,” katanya di Jakarta.

Rusdi khawatir pemenuhan hidup layak bagi buruh di Indonesia sulit tercapai dengan adanya formulasi penguhapan baru. Saat ini saja, penetapan daftar kebutuhan hidup sudah harus direvisi.

Sebagai contoh, pemerintah masih menetapkan cicilan rumah yang masih dihitung dalam kisaran Rp 300 ribu-Rp 700 ribu, tetapi menurut mereka cicilan rumah saat ini sudah di atas Rp 1 juta untuk rumah bersubsidi.

“Sikap buruh dan semua serikat sangat jelas. Kami menolak semua isi RPP Pengupahan,” kata Rusdi. (Res/BBC)

Tinggalkan komentar