Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi, Tri Adhianto nampaknya perlu lebih berhati-hati dalam menentukan langkah politiknya di internal partai, terutama usai berakhirnya Kongres VI PDI Perjuangan. Sebab sekali ia salah melangkah, bisa dipastikan karir politiknya di tubuh partai berlambang moncong putih tersebut, bakal berakhir alias tamat.
Diakui atau tidak, hasil Kongres PDI Perjuangan yang salah satunya melahirkan struktur baru dalam tubuh DPP PDI Perjuangan tidak terlalu menguntungkan bagi Tri Adhianto secara politik.
Sebab, dari sekian nama yang duduk dalam kepengurusan tidak ada satupun nama yang bisa dijadikan Tri Adhianto sebagai backup politiknya di tubuh internal partai.
Wajar saja, karena Tri sendiri memang orang baru di PDI Perjuangan. Sehingga jejaring politiknya tentu tidak seluas kader lain yang lebih senior di PDI Perjuangan.
Usianya di partai baru genap 6 tahun lebih 20 hari sejak ia resmi menjabat sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan 14 Juli 2019 silam.
Sebelum di PDI Perjuangan, ia merupakan birokrat aktif di Pemkot Bekasi yang kemudian bersalin baju menjadi kader Partai Amanat Nasional (PAN) untuk keperluan Pilkada Kota Bekasi.
Ia bisa masuk dan langsung menduduki posisi sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi bukan karena kehebatannya. Tapi karena saat itu, ada kekuatan politik yang kuat terutama di internal PDI Perjuangan yang cawe-cawe untuk mendudukan Tri pada posisi kursi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi.
Sebutlah ada Eks Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto dan Eks Ketua Bidang Organisasi DPP PDI Perjuangan, Sukur Nababan. Dua nama yang kini tidak lagi punya posisi di struktur kepengurusan DPP PDI Perjuangan yang bisa dikatakan tak lagi punya taring karena tidak lagi terlibat dalam pengambilan keputusan politik di tubuh partai.
Harapan satu-satunya Tri hanyalah kepada Hasto Kristiyanto yang bisa saja diangkat menjadi Sekretaris Jenderal oleh Megawati, mengingat posisi Sekretaris Jenderal saat ini juga dijabat Megawati yang merupakan Ketua Umum PDI Perjuangan.
Tapi, kalau toh pada akhirnya Hasto kembali menjadi Sekretaris Jendral, rasa-rasanya relasi Hasto dan Tri tidak lagi sama. Banyak yang bilang, hubungan keduanya kini renggang.
Hasto menilai Tri tidak loyal kepada dirinya. Ini tidak lepas dari kurangnya dukungan dan pembelaan Tri sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan kepada Hasto dalam kasus hukum yang menimpanya beberapa waktu lalu. Padahal mayoritas kader berlomba-lomba membela Hasto dari mulai datang ke persidangan dan mengerahkan massa untuk mendukung Hasto setiap kali sidang.
Benar memang, Kota Bekasi selalu mengirimkan massa setiap kali Hasto sidang. Namun kehadiran massa dari Kota Bekasi dianggap tidak terlalu signifikan dan sekedar menggugurkan kewajiban saja.
Posisi Tri juga semakin sulit, sebab saat ini dirinya belum bisa memposisikan diri dengan jelas sebagai pendukung dari Prananda Prabowo atau Puan Maharani, dua orang paling berpengaruh di dalam tubuh partai setelah Megawati.
Dari gestur politiknya, Tri mencoba main aman. Ia sesekali menunjukan dukungan kepada Prananda dengan cara membangun komunikasi lewat orang-orangnya sebutlah Rieke Diah Pitaloka yang beberapa kali ke Kota Bekasi bertemu dengan Tri Adhianto.
Di lain sisi, ia juga mencoba memperlihatkan dukungan kepada Puan Maharani. Terbaru misalnya, saat Bulan Bung Karno, Tri dan pengurus DPC PDI Perjuangan mendatangi makam mendiang Taufik Kiemas di Kalibata, yang tak lain adalah ayah kandung Puan Maharani.
Kebingungan Tri menempatkan posisi politik di antara anak-anak Megawati inilah justru membuat posisinya bahaya. Orang bisa menilai Tri tak jelas posisi politiknya, sehingga mungkin saja gampang disingkirkan oleh kubu lain.
Kembali soal backup politik, saat ini jelas posisi Tri di internal partai sedang tersudut. Apalagi menjelang pelaksanaan pemilihan Ketua DPC Partai. Tanpa backup yang kuat bisa saja jabatannya sebagai Ketua DPC terlepas dari genggaman.
Karena perlu diketahui, jabatan Ketua DPC ditentukan langsung oleh DPP Partai termasuk jabatan Sekretaris, Bendahara dan jabatannya lainnya. Sehingga amat susah seorang bisa duduk menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan tanpa backup politik yang kuat.
Belum lagi, di internal PDI Perjuangan, Tri bukan tanpa pesaing. Banyak juga kader PDI Perjuangan Kota Bekasi yang juga ingin duduk menjadi Ketua DPC Perjuangan.
Salah satu yang namanya paling nyaring disebut adalah Nuryadi Darmawan alias Nung. Politisi senior PDI Perjuangan Kota Bekasi itu, saat ini dikabarkan tengah berupaya keras agar bisa menduduki kursi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi.
Faktor Nung jelas tidak bisa dianggap remeh oleh Tri Adhianto. Karena kita tahu, sebagai sosok politisi ia tergolong lihai. Ia amat pandai sekali membaca situasi serta momentum dan mengambil keuntungan dari itu semua untuk kepentingan pribadinya.
Terbaru, kita bisa saksikan bagaimana Nung secara mengejutkan mendapatkan posisi sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi dari PDI Perjuangan. Padahal dari awal posisi tersebut sudah disiapkan untuk kolegannya yakni Oloan Nababan. Peristiwa politik tersebut bisa menjadi semacam yurisprudensi bahwa Nung memiliki kemampuan politik yang lihai serta piawai.
Meski Nung juga tidak memiliki backup politik yang kuat serta tak jelas berfatsun kepada siapa secara politik, namun itu justru kekuatan utama Nung. Ia ibarat Bunglon bisa berubah warna kapan saja, bisa jadi orang siapa saja sesuai situasi dan kebutuhan politiknya.
Selain Nung, Tri juga tidak bisa mengabaikan nama Sekretaris DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi, Ahmad Faisyal Hermawan. Bicara backup politik, jelas backupnya tak bisa dianggap remeh.
Tidak main-main backup Faisyal adalah Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Luar Negeri, Ahmad Basarah yang tak lain adalah om kandungnya sendiri.
Dengan dukungan Basarah, ditambah lagi karir politiknya yang sedang melejit yang mana saat ini ia duduk sebagai Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, tampaknya mustahil jika Faisyal tak tertarik untuk mengambil alih DPC PDI Perjuangan dari tangan Tri Adhianto.
Apalagi jika pertarungan perebutan kursi Ketua DPC PDI Perjuangan ibarat lomba pacu kuda, saat ini Faisyal bisa dibilang ada di posisi paling depan mengungguli pesaing lainnya.
Belum lagi, pada pemilu legislatif mendatang, Faisyal dikabarkan akan maju sebagai calon legislatif untuk DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kota Bekasi dan Kota Depok. Jika benar begitu, maka salah satu jalan untuk mempermudah ia mencapai tujuan itu yakni dengan menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Bekasi.
Dengan menjadi Ketua DPC, ia akan lebih mudah mengkonsolidasikan kekuatan internal partai untuk mendukung pencalonannya.
Dan tidak kalah penting, posisi tawar Faisyal kepada Tri Adhianto yang saat ini menjabat Wali Kota Bekasi akan semakin kuat. Tri akan mudah dikendalikan oleh partai, terutama oleh Faisyal, ketimbang saat ini ketika Tri yang merupakan Wali Kota juga sekaligus ketua DPC Perjuangan.
Toh pun jika setelah gagal menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan, Tri memilih hengkang dari PDI Perjuang. Faisyal sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan masih akan tetap punya taji di depan Tri selaku Wali Kota Bekasi mengingat PDI Perjuangan merupakan partai dengan kursi terbanyak kedua di DPRD Kota Bekasi.
Jadi aman apa tidak posisi Tri Adhianto?
Tulisan ini merupakan opini yang ditulis oleh redaksi klikbekasi.co