Opini  

Ladang Basah untuk Orang Wali Kota

Avatar photo
Penandatanganan berita acara mutasi para pejabat Pemkot Bekasi disaksikan Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto dan Ketua DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi, Rabu (3/9/2025). (Foto: Pemkot Bekasi)

Dugaan nepotisme pada mutasi dan rotasi yang dilakukan Wali Kota Bekasi, Tri Adhianto tercium kuat. Pasalnya dalam mutasi dan rotasi kali ini, orang nomor satu di Kota Bekasi tersebut mengisi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) strategis alias ladang basah dengan nama-nama pejabat yang terindikasi kuat dekat dengannya atau bisa disebut orang Wali Kota.

Jabatan Kepala Dinas Kesehatan misalnya, kini diisi Satia Sriwijayanti yang tak lain merupakan adik kandung Wali Kota Bekasi. Sebelumnya, ia merupakan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi merangkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan.

Naiknya Satia menduduki jabatan Kepala Dinas Kesehatan bukanlah kejutan. Sejak Tri menunjuknya sebagai Plt Kepala Dinas Kesehatan, banyak pihak sudah tau bahwa kelak ialah yang bakal menduduki jabatan tersebut dan pada akhirnya itu terbukti.

Kemudian jabatan Kepala Dinas Tata Ruang (Distaru) Kota Bekasi diisi oleh Arief Maulana yang sebelumnya merupakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bekasi.

Meski tidak punya pertalian darah atau memiliki hubungan keluarga, namun Arief Maulana bukanlah orang asing bagi Tri Adhianto. Ia dulunya merupakan rekan kerja Tri Adhianto saat ia masih menjabat sebagai Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bekasi.

Waktu Tri kepala Dinas, Arif merupakan Kepala Bidang di instansi tersebut. Karirnya dalam waktu singkat kemudian melejit bak roket sejak Tri Adhianto menjabat sebagai Wakil Wali Kota Bekasi pada 2018 dan menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota pada 2022, kini Wali Kota Bekasi.

Arif tercatat pernah menjadi Kepala DBMSDA dan juga Kepala Badan Pendapatan Daerah. Namun di era Pejabat Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhammad, ia masuk kotak dengan ditempatkan sebagai Kepala Disparbud.

Namun kini, saat Tri kembali duduk sebagai Wali Kota usai menang dalam Pilkada, Arif kemudian ditempatkan menjadi Kepala Distaru yang sudah bukan rahasia merupakan OPD basah. Banyak perputaran uang di sana karena berkaitan dengan perizinan pemanfaatan ruang.

Jabatan lain yang diisi oleh orang Tri Adhianto yakni Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi yang dijabat oleh Muhammad Solikhin yang tadinya menjabat sebagai Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) Kota Bekasi. Sudah bukan rahasia, bahwa ia merupakan adik Ipar Tri Adhianto.

Sama halnya dengan Arief Maulana, Solikhin juga pernah bertugas di DBMSDA Kota Bekasi. Karirinya juga menanjak setelah Tri masuk menjadi Wakil Wali Kota Bekasi, Plt Wali Kota Bekasi dan Wali Kota.

Ia pernah menjabat sebagai Kepala DBMSDA Kota Bekasi pada 2023 saat Tri menjabat Plt Wali Kota Bekasi. Ia kemudian digeser di era Raden Gani Muhammad menjadi Kepala Disdagperin Kota Bekasi. Lagi-lagi di era Tri menjabat Wali Kota Bekasi, kini ia kembali bertugas di ladang basah.

Selain itu, ada jabatan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi yang diisi oleh Yudianto yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi.

Kita tau, bahwa Yudianto juga orang Wali Kota. Sama halnya Arief dan Solikhin, ia juga pernah bertugas di DBMSDA Kota Bekasi. Karirnya kemudian terkerek seiring moncernya karir politik Tri Adhianto.

Jabatan strategis lain yang juga diisi orang Tri Adhianto yaitu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan Daerah (Bapetlibangda) Kota Bekasi yang kini dijabat Dicky Irawan yang sebelumnya menjabat Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPST) Kota Bekasi.

Baik Dicky Irawan, Arief, Solikhin dan Yudianto juga sama-sama pernah bertugas di DBMSDA Kota Bekasi alias Genk DBMSDA.

Jika lahan basah ditempati orang-orang Tri, lahan tandus sebaliknya. Ia dijadikan tempat untuk memarkir pejabat yang dianggap kurang loyal dan punya ke dekatan dengan eks kepala daerah sebelumnya.

Jabatan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Bekasi misalnya, kini dijabat oleh Kusnanto Saidi. Padahal sebelumnya, ia merupakan pejabat dengan jabatan mentereng yakni sebaai Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bekasi.

Tersisihnya Kusnanto konon karena ia merupakan loyalis Eks Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi. Tri sengaja menepikan Kusnanto, karena ingin membangun kekuatan birokrasi dengan orang-orang terdekatnya.

Lagi pula, Kusnanto pada Pilkada 2024 lalu tampak jelas tidak mendukung pencalonan Tri Adhianto. Bahkan, ia sempat dikabarkan akan maju pada Pilkada Kota Bekasi menjadi rival Tri Adhianto. Sehingga bukan hal aneh jika sekarang ia ditempatkan di ladang tandus.

Lalu ada jabatan Staf Ahli Wali Kota Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, kini ditempati oleh Asep Gunawan yang sebelumnya menjabat Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi.

Sama halnya dengan yang dialami Kusnanto, Asep dinilai tidak memberikan dukungan kepada Tri Adhianto saat Pilkada 2024 silam serta terindikasi berpihak kepada Penjabat Wali Kota Bekasi, Raden Gani Muhammad. Selain itu, kinerjanya memang mengecewakan saat menjabat Kepala Badan Pendapatan Daerah Kota Bekasi.

Kemudian jabatan Staf Ahli Wali Kota Bidang Administrasi Umum yang kini diemban oleh Aceng Solahudin yang sebelumnya Kepala DBMSDA Kota Bekasi.

Tak jauh beda dengan Kusnanto atau Asep Gunawan, Aceng juga dianggap tidak berpihak kepada Tri Adhianto pada Pilkada.

Bahkan, banyak yang menyebut Aceng masuk kategori pembangkang yang sulit dikendalikan oleh Tri Adhianto sebagai pimpinannya.

Mutasi kali ini juga sedikit janggal. Sebab sejumlah OPD yang tadinya memiliki pimpinan justru dibuat tak memiliki pimpinan.

Misalnya, RSUD, DBMSDA, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), DPMPTSP, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) serta Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).

Kabarnya, mutasi kali ini juga membuat hubungan Tri Adhianto dengan Wakil Wali Kota Bekasi, Abdul Harris Bobihoe menjadi sedikit renggang. Konon ada kekecewaan dari Bobihoe termasuk juga partai koalisi pendukung Tri Adhianto-Bobihoe pada peristiwa mutasi kali ini. Sebab mereka tidak pernah diajak berunding membahas persoalan mutasi.

Duduknya orang-orang Wali Kota di ladang basah, jelas memunculkan aroma nepotisme yang kuat dalam proses mutasi dan rotasi yang dilakukan oleh orang nomor satu di Kota Bekasi, itu.

Apalagi di lain sisi, banyak pejabat yang dinilai tidak pro terhadap Tri Adhianto kini menjabat di lahan tandus. Sebagian bahkan ada yang masuk kotak alias diparkir menjadi Staf Ahli.

Adanya dugaan nepotisme dalam mutasi dan rotasi juga seolah bertentangan dengan semangat anti korupsi yang diinginkan masyarakat Kota Bekasi.

Ini juga bertentangan dengan sumpah Wali Kota Bekasi untuk menolak praktik korupsi di pemerintahannya yang ia bacakan di depan elemen masyarakat di gedung DPRD Kota Bekasi pada Senin (1/9/2025).

Benar atau tidaknya tudingan tersebut, yang jelas mutasi dan rotasi menjadi hak prerogatif kepala daerah yang tidak bisa diganggu gugat.

Publik kini hanya bisa menantikan, hasil kinerja para pejabat Kota Bekasi setelah mereka dilantik.

Sementara penegak hukum, tinggal mengawasi apakah mutasi yang kuat aroma nepotismenya tersebut pada akhirnya menumbuhkan praktik korupsi atau tidak.

Dan di tengah aroma nepotisme yang kuat dalam praktik mutasi dan rotasi pejabat Eselon II Pemkot Bekasi, Ketua DPRD Kota Bekasi, Sardi Effendi dan Ketua Komisi I DPRD Kota Bekasi, Murfati Lidianto justru hadir menyakiskan proses tersebut. Kehadiran mereka seolah menjadi semacam legalisasi terhadap dugaan praktik menyimpang tersebut.

Tulisan ini merupakan opini yang ditulis oleh redaksi klikbekasi.co

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *