Sejumlah mayat hidup alias Mumi jadi-jadiaan datangi kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Bekasi, Selasa (7/6) siang.
Kedatangan Mumi-mumi tersebut merupakan bentuk protes atas kinerja Kejaksaan Negeri Bekasi yang dinilai tidak profesional.
Tak sekedar berdandan layaknya Mumi, para demonstran juga membawa bendera kematian sekaligus karton bertuliskan nada protes. Mulai dari Kejaksaan bisu, buta dan tuli, Kejaksaan tidak netral dan stop peradilan sesat.
“Ini adalah bentuk kekecewaan kami terhadap Kejaksaan Negeri Bekasi yang sudah tidak profesional dalam bekerja. Mumi dan bendera kematian simbol matinya hukum di Kota Bekasi,” ujar Koodinator Aksi, Hasan Basri, dalam orasinya, Selasa (7/6).
Menurutnya, ketidak profesionalan Kejaksaan Negeri Bekasi akhir-akhir ini mulai kentara, dalam penanganan kasus hukum.
Hasan misalnya, membeberkan beberapa kasus hukum yang ditangani Kejaksaan dan mengindikasikan tidak profesionalnya lembaga tersebut.
Dimulai dari kasus korupsi perangkat lunak yang menjerat Kepala Bagian Telematika, Sri Sunarwati. Dalam kasus itu Sri dituduh melakukan tindak pidana korupsi dan mengakibatkan kerugian keuangan negara. Akan tetapi di lain sisi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menganggap tidak ada persoalan dalam proses lelang perangkat lunak yang dimaksud.
Ada juga kasus korupsi pengadaan lahan Sumurbatu yang menjerat Kepala Bagian Pertanahan, Masnah Suryana. Dalam kasus ini, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat kabarnya sampai turun tangan untuk memeriksa sejumlah pegawai Kejaksaan Negeri Bekasi karena ditengarai ada kejanggalan dalam penanganannya.
Kemudian, kasus Diklat Prajabatan yang menjerat mantan Staf Ahli Wali Kota Bekasi, Roro Yoewati. Kejaksaan menetapkan Roro sebagai tersangka karena ditengarai melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara. Tapi di lain sisi, lagi-lagi Kejaksaan tidak bisa membuktikan dimana letak kerugian negara yang dimaksud.
“Timbangan hukum tidak boleh timpang. Kejaksaan harus senantiasa profesional dalam mengusut suatu kasus. Jangan orang tidak bersalah dibuat salah. Sementara yang salah dibuat benar. Hukum tidak boleh seperti ini. Semua orang berkedudukan sama di mata hukum. Baik pejabat, orang kaya atau miskin,” kecam Hasan.
Hasan khawatir, ketidak profesionalan Kejari Bekasi bisa mengarah kepada peradilan sesat dan hal itu membahayakan bagi penegakan hukum di Kota Bekasi.
“Kalau terus-terusan tidak profesional yang ada mengacu pada peradilan sesat. Rakyat juga yang jadi korbanya,” tandasnya.
Sedangkan kata Hasan, dalam beberapa kasus, Kejaksaan Negeri Bekasi justru melakukan tindakan kontraproduktif. Misalnya, soal dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di RSUD Kota Bekasi dan dugaan korupsi Dinas Sosial Kota Bekasi.
“Indikasi korupsinya jelas, tapi Kejaksaan justru diam saja. Ini membuat kami sebagai masyarakat bertanya, ada apa dengan Kejaksaan. Apa sudah bisu, buta dan tuli,” sindirnya.
Hasan berharap, Kejaksaan bisa segera membenahi kinerjanya. Bahkan kalau perlu ada bersih-bersih di lingkungan Kejaksaan.
“Kalau mau Kejaksaan profesional, mau tidak mau harus dibersihkan orang-orang yang tidak profesional dan kerap main-main dalam urusan hukum,” pungkasnya.(Ical)