Rencana Pemerintah Kota Bekasi menggusur sejumlah pedagang di Jalan Unisma, tepatnya di sebelah utara kampus Universitas Islam 45 Bekasi, atau di sebelah selatan Kalimalang, ditolak keras berbagai kalangan.
Melalui Camat Bekasi Timur, Nadih Arifin, Pemkot Bekasi telah melayangkan surat kepada sejumlah pedagang pada 15 Maret 2016. Pedagang diminta mengosongkan tempat tersebut.
“Kami sudah layangkan surat peringatan pertama, kalau mereka bongkar sendiri ya Alhamdulillah. Tapi kalau tidak ada respon ya kami bongkar paksa,” kata Nadih kepada wartawan, belum lama ini.
Secara terang-terangan, Nadih juga mengatakan ‘tidak ada solusi bagi PKL’ Unisma. Tempat tersebut, kata dia, mesti steril dari pedagang selambat-lambatnya hari ini, Rabu, 23 Maret 2016.
“Solusinya, kami membereskan tempatnya. Mereka (pedagang) datang dengan sendirinya. Perihal mereka akan ditempatkan di mana, kami tidak punya solusi,” kata Nadih.
Jangan arogan
Pedagang di Jalan Unisma, Kusman Effendi, meminta Pemkot Bekasi tidak semena-mena menggusur mereka. Pada tahun 2013, pedagang yang bernaung di dalam Koperasi Mulya Sejahtera itu sudah mendapatkan izin.
“Tahun 2013, PT Jasa Tirta (pengairan) dan Pemkot Bekasi sudah memberikan izin pemanfaatan lahan. Kami diminta bersama-sama menjaga bantaran sungai,” kata Kusman, saat mengadu ke DPRD Kota Bekasi, Selasa.
Karena itulah, Kusman terkejut ketika ujug-ujug Camat Bekasi Timur melayangkan surat pembongkaran. Pantasnya, kata Kusman, Pemkot Bekasi membicarakan secara baik-baik dengan pedagang.
“Kami berdagang baik-baik di sini. Kami tidak merusak lingkungan. Tidak membuat macet. Pelanggan kami adalah mahasiswa,” kata Kusman, yang juga ketua koperasi.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Bekasi, Maryadi mengatakan, pihaknya akan mengawal masalah ini. Camat Bekasi Timur dan Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, segera diklarifikasi.
“Dispera harus bertanggung jawab, karena kelompok dagang di Unisma terbentuk atas kesepakatan Pemkot Bekasi dengan pedagang,” kata Maryadi.
Menurut Maryadi, jika ternyata Camat Bekasi Timur tidak berkoordinasi lebih dulu dengan Dispera, maka penggusuran tersebut dianggap tidak berdasar.
“Hari ini, Pemkot Bekasi dan pihak pedagang bertemu. Nah, ini kesempatan bagi kita untuk menjelaskan duduk perkaranya. Kami, anggota dewan, tetap mengawal,” katanya.
Akademisi Unisma Bekasi Harun Alrasyid mengatakan, meski pemerintah punya hak untuk menggusur, bukan berarti penggusuran dilakukan dengan seenaknya sendiri tanpa mempertimbangkan pedagang.
“Pemkot Bekasi harus ingat, istilah penggusuran mestinya sudah ditinggalkan dalam kamus pemerintahan. Yang ada adalah menggeser atau merelokasi. Artinya apa? Harus ada solusi,” kata Harun.
Presiden BEM Unisma Bekasi Didi Mulyawan mengingatkan agar Pemkot Bekasi tidak arogan. Jika dialog tidak ada, ia dan sejumlah mahasiswa lain siap melakukan perlawanan.
“Kalau Pemkot Bekasi masih menunjukkan arogansinya, kami akan melawan. Bagaimana pun, para pedagang tersebut adalah juga keluarga besar Unisma,” kata Didi.
Penggagas Komunitas Sastra Kalimalang, Ane Matahari menceritakan, jauh sebelum Pemkot Bekasi berencana menata Kalimalang, komunitas sudah lebih dulu melakukan aksi nyata untuk menjaga lingkungan sekitar.
“Kami menyebutnya ‘warga Kalimalang’, bagi teman-teman yang berada di sini. Dari mulai mahasiswa, pedagang, seniman, sampai anak jalanan. Kami sudah berbuat,” kata Anne.
Salah satu program yang sering dihelat ‘warga Kalimalang’ adalah pertunjukkan seni di panggung terapung dan aksi bersih sungai. Di Kalimalang, mereka juga rutin menggelar diskusi.
“Beberapa tahun lalu, semua calon wali kota Bekasi datang kemari untuk berdiskusi. Mereka berjanji akan mengutamakan kebersamaan dalam menjaga Kalimalang. Semoga ini tak memupuskan harapan kami,” kata Ane.
(Res/Lam)