Berita  

Ribuan Massa Demo Tolak Gereja, Seberapa Toleran Wali Kota Bekasi?

Avatar photo

Ribuan massa memadati Jalan Ahmad Yani Kota Bekasi, Senin (7/3/2016) pagi. Dengan seragam dan atribut dominan putih, massa mengepung komplek kantor wali kota.

Massa berdemonstrasi meminta Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi mencabut izin pembangunan Gereja Santa Clara yang berada di Kelurahan Harapan Baru, Kecamatan Bekasi Utara.

Gereja Santa Clara Bekasi berdiri di atas lahan 6000 meter persegi dengan luas bangunan 1500 meter persegi.

Koordinator massa, Ismail Ibrahim mengatakan, gereja tersebut saat ini sudah disegel massa. Penyegelan tersebut diklaim pihaknya telah disaksikan Kapolsek Bekasi Utara dan pemerintah.

“Kami sudah menyegel pagar gereja, disaksikan Kapolsek Bekasi Utara dan pemerintah serta ditandatangani perwakilan Umat Islam,” kata Ismail, Senin.

Ismail juga menyebut telah berkali-kali melakukan upaya mediasi dengan pemerintah namun hasilnya dinilai tidak memuaskan. Mereka pun memilih berdemonstrasi.

“Kami menolak karena gereja tersebut ilegal, tidak dibangun melalui prosedur yang benar. Warga setempat tidak menyetujui pembangunannya,” kata Ismail.

polisi mengawal-demo

Demonstrasi dikawal aparat gabungan sebanyak 1.750 yang terdiri dari Satpol PP, TNI dan kepolisian. Aparat tersebar di Jalan Ahmad Yani dan lokasi pembangunan gereja.

“Sebelum demo, kami sudah memetakan titik kumpul massa. Massa bergerak dari Bekasi Utara,” kata Kasubag Humas Polresta Bekasi Kota Iptu Puji Astuti.

Sikap Wali Kota

Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Bekasi, Momon Sulaeman datang menemui massa di luar gerbang komplek wali kota. Ia mempersilahkan perwakilan massa untuk masuk.

“Kami akan memediasikan saudara-saudara dengan wali kota. Saudara bisa menyampaikan segala sesuatunya dengan baik-baik,” kata Momon.

Dijelaskan Momon, sejauh ini, wali kota memang sudah menandatangani izin pembangunan gereja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

“Wali Kota Bekasi sebagai pejabat negara, telah mendatangani izin pembangunan gereja sesuai dengan persyaratan dari RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, sudah sesuai prosedur,” katanya.

Menurut Momon, jika permintaan massa tidak bisa dipenuhi wali kota, mereka masih bisa menempuh jalur hukum, yaitu di Pengadilan Tata Usaha Negara.

“Hanya ada dua pilihan yakni dicabut atau melakukan upaya hukum melalui PTUN,” kata Momon.

Wali Kota Jangan Ambivalen

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Jawa Barat Waras Wasisto meminta wali kota jangan bersikap ambivalen atau bercabang dua.

Waras mengatakan, wali kota harus tetap berpegang pada aturan-aturan yang sesuai dengan Undang Undang Dasar 1945. Salah satunya menjamin kebebasan beragama.

“Kalau memang sesuai aturan, seperti memiliki izin bangunan dan mendapatkan persetujuan dari RT, RW, kelurahan serta kecamatan, jalan saja,” kata Waras kepada Klik Bekasi.

gereja-santa-clara

Sayangnya, ungkap Waras, wali kota tidak konsisten. Di satu sisi, ia mengeluarkan izin. Di sisi lain, ia mengabulkan tuntutan massa dengan menyegel pagar gereja.

“Pada saat demonstrasi yang pertama, wali kota mengabulkan permintaan massa dengan menyetop pembangunan. Padahal izin sudah ada. Ini kan ambivalen,” kata Waras.

Toleransi Semestinya Dijaga

Sekretaris Ikatan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cabang Bekasi Raya, Hamdi mengatakan, Kota Bekasi mestinya bisa menjadi contoh daerah yang toleran.

Dalam konteks keagamaan, kata dia, Bekasi merupakan kota yang sangat beragam, seluruh agama besar tumbuh subur di dalamnya.

“Belum lagi keragaman dari segi suku dan ras. Keragaman tersebut sesungguhnya kekuatan yang dimiliki Kota Bekasi,” kata dia kepada Klik Bekasi.

Sayangnya, hubungan antarumat beragama masih pasang surut. Secara umum, ketegangan antarumat beragama muncul terkait dengan pembangunan rumah ibadah.

“Seperti kasus pendirian Gereja Stanislaus Cosca di Kalamiring, HKBP Ciketing dan terbaru kasus Santa Clara. Ini sangat disesalkan,” katanya.

Dari riset yang dilakukan pihaknya, permasalahan tersebut muncul lantaran masih ada sikap eksklusif di antara pemeluk agama.

“Untuk itu nalar eksklusif harus dilenturkan dengan cara kembali kepada prinsip toleransi,” katanya. (Res)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *