Site logo

Publik Harus Awasi Seleksi Calon Pimpinan KPK yang Baru, Diduga Titipan Parpol

Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, mengingatkan publik agar ketat mengawasi proses seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Sejumlah calon diduga pernah memiliki afiliasi dengan partai politik. Apabila mereka ini terpilih, upaya pemberantasan korupsi oleh KPK pun bisa dilemahkan.

”Kami mendapat informasi bahwa ada operasi senyap untuk melemahkan KPK dengan cara memasukkan orang yang punya afiliasi dengan partai politik sebagai pimpinan KPK. Upaya ini harus benar-benar diwaspadai,” kata peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) Hifdzil Alim dalam konferensi pers, Jumat (10/10), di Yogyakarta.

Saat ini, pemerintah sedang melakukan seleksi calon pimpinan KPK untuk mendapatkan pengganti Busyro Muqoddas yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK. Proses seleksi yang dilakukan Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan KPK itu kini telah memasuki tahap akhir dan tinggal menyisakan enam pendaftar.

Keenam orang itu adalah Jamin Ginting (pengajar Hukum Universitas Pelita Harapan), I Wayan Sudirta (mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah), Ahmad Taufik (jurnalis), Robby Arya Brata (Kepala Bidang Hubungan Internasional Sekretaris Kabinet), Subagio (Biro Rencana Keuangan KPK), dan Busyro Muqoddas.

Sesudah melakukan seleksi, Pansel akan membuat daftar peringkat dari keenam orang itu, lalu menyerahkannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden akan memilih dua calon, lalu meneruskannya kepada DPR yang berwenang memilih satu calon sebagai pengganti Busyro.

Hifdzil mengatakan, dari enam calon itu, dua orang diduga pernah berafiliasi dengan partai politik. Sementara itu, satu orang lagi diduga memiliki keluarga yang berafiliasi dengan partai politik.

”Kami berharap Presiden dan DPR tidak memilih calon yang memiliki kepentingan politik agar kerja pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK tidak terganggu,” katanya.

Hifdzil menambahkan, sejumlah pihak khawatir seleksi pimpinan KPK kali ini akan dijadikan sebagai cara untuk melemahkan KPK. Apalagi, situasi politik di DPR yang panas beberapa waktu belakangan ternyata berimbas pada rencana merevisi sejumlah undang-undang yang berpotensi melemahkan KPK.

”Maka dari itu, publik dan elemen masyarakat sipil di Indonesia harus mewaspadai upaya ini,” ujarnya.

Direktur Eksekutif Pukat FH UGM Hasrul Halili mengatakan, pelemahan terhadap KPK juga bisa dilakukan dengan memilih orang yang punya persoalan hukum sebagai pimpinan KPK.

”Kalau orang yang terpilih sebagai pimpinan KPK itu bermasalah di kemudian hari, upaya delegitimasi KPK bisa dilakukan. Inilah yang terjadi pada masa Antasari Azhar,” ungkapnya.

Hasrul mengingatkan, proses pemilihan calon pimpinan KPK di DPR harus benar-benar diawasi publik. Sebab, pemilihan di DPR sering kali bersifat politis. ”Jangan sampai ada kekuatan politik yang ingin melemahkan KPK melalui proses itu,” katanya.

Seleksi tahap akhir berlangsung pada Kamis (9/10) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pansel akan menyerahkan hasil akhir kepada Presiden Yudhoyono pada 13 Oktober. Presiden akan meneruskan nama tersebut kepada DPR untuk dipilih menjadi satu calon. (Res)

sumber: kompas

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Mulai Menulis
    News