Dugaan korupsi anggaran belanja jasa konsultansi di Pemerintah Kota Bekasi lamat-lamat mulai jelas. Ada patgulipat antara oknum pemerintah dengan sejumlah perusahaan konsultan.
Laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2015 yang kami dapatkan mengungkap fakta mengejutkan: miliaran rupiah uang negara mengalir tidak wajar untuk ‘proyek kertas’ itu.
Uang berpangkal dari sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD), dua di antaranya yang ‘nakal’ adalah Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta) serta Dinas Bangunan dan Permukiman (Disbangkim).
Hasil uji petik BPK pada Disbimarta menunjukkan, pembayaran kepada sejumlah perusahaan konsultan senilai Rp 9,4 miliar tidak bisa diyakini kebenarannya.
Dokumen berita acara pembayaran itu, sebut BPK, sama sekali tidak dilengkapi dengan rincian bukti-bukti pengeluaran dan laporan dari pihak konsultan.
Disbimarta malah menyebut pembayaran kepada konsultan tidak perlu dilampiri bukti pengeluaran, dengan dalih tidak pernah mengetahui adanya aturan semacam ini.
Di dalam berita acara pembayaran juga tidak disebutkan nama-nama personel yang bekerja. Disbimarta beralasan nama personel hanya dicantumkan dalam dokumen penawaran.
Ketika BPK mengecek dokumen penawaran, nyatanya hampir semua perusahaan tidak menyebutkan personelnya–selain tenaga ahli. Keadaan ini berlanjut pada tahap penandatanganan perjanjian kerja.
Disbimarta lagi-lagi berkelit bahwa permasalahan pencantuman nama personel bukanlah hal penting karena yang pokok dalam pekerjaan adalah tenaga ahli.
“Ketiadaan dokumen pembayaran yang lengkap dan tidak adanya kejelasan personel menyebabkan BPK tidak dapat menyakini kebenaran pembayaran jasa konsultansi pada Disbimarta sebesar 9,4 miliar,” sebut BPK.
Tidak berhenti di situ, BPK juga menyingkap adanya personel ganda dalam beberapa kegiatan jasa konsultansi dalam waktu yang bersamaan.
Akibatnya, ada kelebihan bayar sampai Rp 1,1 miliar dengan rincian Rp 866 juta di Disbimarta dan Rp 297 juta di Disbangkim. Untuk ini, semua perusahaan diwajibkan mengembalikan kelebihannya.
Dari data-data yang dilampirkan BPK dalam laporannya, kami membaca sebuah pola: puluhan kegiatan itu ternyata dikuasai segelintir perusahaan konsultan saja.
Telaah kami atas temuan BPK dan data hasil pemenang lelang jasa konsultansi Pemkot Bekasi tahun 2015 menemukan, satu perusahaan bisa menggarap dua sampai tiga lebih kegiatan.
Sebagai contoh, di Disbangkim, sebuah CV bahkan bisa menggarap 14 kegiatan sekaligus dengan tenaga ahli yang sama–di waktu yang sama pula.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, terkhusus tentang perbendaharaan negara serta pedoman pengadaan pekerjaaan konstruksi dan jasa konsultansi.
Terungkap sebelumnya
Tahun sebelumnya, 2014, BPK sebenarnya sudah mengungkap patgulipat proyek konsultan di Pemkot Bekasi. Kali ini, yang disasar adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
BPK menguji petik enam kegiatan di Bappeda dengan nilai kontrak Rp 1,8 miliar. Hasilnya mengejutkan: Rp 210 juta uang negara mengalir ke tenaga ahli fiktif alias tidak ikut dalam kegiatan.
Selain itu, BPK juga menemukan banyak tanda tangan palsu para tenaga ahli dalam daftar-daftar hadir sepanjang kegiatan berlangsung.
Seperti terjadi pada 2015 di Disbimarta, berita acara pembayaran pun tidak dilengkapi dengan bukti-bukti pengeluaran dari pihak konsultan.
Sayangnya, temuan BPK itu tidak pernah ditindaklanjuti secara serius oleh pihak yang berwenang, baik oleh DPRD, Pemkot Bekasi, maupun penegak hukum.
Penelusuran Klik Bekasi terhadap APBD Kota Bekasi menunjukkan, nilai anggaran belanja konsultansi secara keseluruhan mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. (Baca: Budget Jumbo Proyek Kertas)
Tahun 2016, ada kurang lebih 145 item proyek dengan total anggaran mencapai sekitar Rp 50,9 miliar–jauh melebihi program layanan kesehatan bagi penduduk miskin yang hanya Rp 38 miliar.
Anggaran sebesar itu digunakan untuk berbagai keperluan: perencanaan, kajian, Detail Engineering Design (DED), dan lainnya.
SKPD yang menangani infrastruktur mengalokasikan anggaran belanja konsultasi lebih besar dari lainnya. Disbangkim adalah yang tertinggi. Disusul Disbimarta.
Dua SKPD tersebut kabarnya menjadi ladang korupsi pengadaan barang dan jasa di Kota Bekasi, mengingat alokasi anggaran untuk belanja langsung urusan paling besar dibandingkan SKPD lain. (Res)