Noda Hitam di Balik Capaian WTP Pemkot Bekasi

Diraihnya opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Pemkot Bekasi atas hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat tahun 2015 belum lama ini bukan tanpa cela.

Sejumlah noda hitam nyatanya masih menempel sebagai sebuah kotoran di balik pencapaian yang disambut penuh suka cita oleh Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi dan jajarannya dengan mencukur habis rambut sampai gundul.

Dari data yang redaksi klikbekasi.co himpun, BPK mendapati beberapa pelanggaran, mulai dari yang sifatnya pelanggaran terhadap undang-undang hingga pelanggaran yang disebabkan lemahnya pengawasan terhadap sistem pengendalian internal.

Tak sekedar temuan, audit BPK memperlihatkan adanya kerugian terhadap keungan daerah. Banyak uang negara menguap dari yang nilainya puluhan, ratusan hingga miliaran rupiah.

Salah satu temuan yang cukup fantastis misalnya mengenai aset berupa lahan fasos fasum (fasilitas sosial dan fasilitas umum). Berdasarkan audit BPK terdapat tanah fasos fasum senilai Rp 75.738.917.900 yang tidak didukung dengan berita acara serah terima barang.

Disamping itu BPK menemukan lahan fasos fasum senilai Rp 7.293.900.000 tidak diketahui rimbanya.

BPK juga mempersoalkan pembayaran jasa konsultasi yang tidak dilampiri dokumen memadai dan kelebihan bayar pada Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta) dan Dinas Bangunan dan Pemukiman (Disbangkim) yang nilainya mencapai Rp 1.163.581.200.

BPK juga menyoal penggunaan langsung pendapatan retribusi daerah oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kebersihan sebesar Rp 1.372.827.700 tanpa mekanisme APBD sehingga terindikasi mengakibatkan kerugian daerah sebesar Rp 431.191.479.

BPK juga menemukan keganjilan dalam pengelolaan keuangan di Dinas Pendidikan Kota Bekasi. Mulai dari pengeluran kas sebesesar Rp 67.947.565 yang tak bisa dijelaskan penggunaanya.

Ditemukan pula penyalahgunaan keuangan sebesar Rp 202.187.367 dan kurang saji kas di Bendahara Pengeluaran sebesarar Rp 166.828.560 pada Dinas Pendidikan Kota Bekasi.

BPK menemukan, sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan SPTPD pajak hotel dan restoran belum ditagih minimal Rp 456.625.638 dan potensi pajak yang belum dipungut secara utuh.

Ditemukan pula adanya kelebihan pembayaran belanja intensif pemungutan pajak daerah sebesar Rp 1.692.849.758.

Disamping itu, masih ada beberapa temuan lain, dari yang nilainya signifikan maupun tidak.

Menariknya, dalam audit BPK, ada beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang melakukan kesalahan yang sama, seperti Dinas Bina Marga dan Tata Air (Disbimarta) dan Dinas Tata Kota (Distako).

Dalam audit BPK tahun 2014 yang dikeluarkan tahun lalu. BPK menemukan beberapa keganjilan di Disbimarta, salah satunya soal kelebihan pembayaran yang tahun ini berulang.

Jika audit tahun 2015 terdapat kelebihan bayar terhadap jasa konsultasi. Tahun 2014 silam terdapat pemahalan harga dalam proyek banjir Aren Jaya.

Proses lelang pekerjaan penanggulangan banjir Perumnas 3 Kelurahan Aren Jaya tidak sesuai Perpres Nomor 54 tahun 2010 dan perubahannya sehingga terdapat indikasi pemahalan harga sebesar Rp 1.6.05.188.961.’

(Baca: Proyek Banjir Dikorupsi, Wali Kota Bekasi Jangan Tutup Mata)

Dinas Tata Kota, persoalan fasos fasum di Kota Bekasi sudah bukan lagi rahasia umum dan sudah jadi cerita lama. Bukan hal yang mengherankan jika setiap tahun BPK menyorot persoalan ini.

Jika audit tahun 2015 BPK menemukan tanah fasos fasum senilai Rp 75.738.917.900 yang tidak didukung dengan berita acara serah terima barang dan menemukan lahan fasos fasum senilai Rp 7.293.900.000 tidak diketahui rimbanya.

Hasil audit 2014 yang keluar tahun 2015 silam, BPK menemukan 177 bidang tanah untuk Fasos Fasum senilai Rp 137,5 miliar tidak bisa dipertanggungjawabkan. Rp 8,5 miliar di antaranya tidak diketahui keberadaannya. Ratusan bidang tanah tersebut tersebar di 20 lebih perumahan di 12 kecamatan.

(Baca juga: Tanah Fasos Fasum Perumahan di Kota Bekasi Hilang Misterius)

Menanggapi temuan tersebut, Kepala Inspektorat Kota Bekasi, Cucu Much Syamsudin mengatakan, bahwa raihan WTP tidak selalu dibarengi dengan tidak adanya temuan atau kesalahan oleh BPK.

“Arti WTP itu Pemda sudah meyajikan laporan keuangan yang dapat diyakini kewajarannya oleh auditor. Makanya WTP itu pendapat atau opini,” kata Cucu.

Lalu bagaimana pendapat BPK?

Dalam laman webnya dengan alamat www.bpk.go.id, BPK RI menjelaskan bahwa penilaian opini WTP kepada pemerintah daerah tidak menjamin suatu daerah bebas dari korupsi. Karena opini WTP yang diberikan hanya menilai tata kelola keuangannya yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah baik bukan berarti benar. Apalagi dalam melakukan audit, BPK hanya mengambil sampling saja. Dari 100 akun, baru 10 atau 20 akun yang diteliti sedang akun lainnya tidak.

Adapun opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan. Secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP (Standar Akutansi Pemerintahan).

Terpisah, Direktur Center for Budget Analysis, Ucok Sky Khadafi saat dimintai tanggapannya oleh klikbekasi.co mengatakan, agar masyarakat jangan terlalu percaya dengan opini BPK.

Menurut Ucok, sebuah opini BPK tidak menjamin pengelolaan keuangan daerah bersih dari penyimpangan yang kadang kerap sudah direncanakan oknum pemerintah daerah sejak awal.

Diraihnya WTP, juga bukan berarti Pemkot Bekasi mendapat kartu bebas dosa atau bebas korupsi. Apalagi material yang disajikan BPK sangat terbatas hanya sebatas sampling.

“Jangan bangga deh dapat WTP sampai melakukan botak segala hanya untuk menutupi dugaan penyimpangan yang terselubung,” tandasnya.

Dalam persoalan ini, DPRD Kota Bekasi sendiri diharapkan dapat kritis dalam membahas hasil audit BPK meski Pemkot Bekasi sudah meraih opini WTP.

“Kita akan tetap sikapi secara serius hasil audit BPK yang sudah mulai kita bahas di badan anggaran,” ujar salah satu Badan Anggaran DPRD Kota Bekasi, Tahapan Bambang Sutopo.

Pasalnya, mengacu pada tahun 2015 lalu, ada upaya untuk menutup-nutupi sejumlah persoalan besar yang mengemuka dalam hasil audit BPK tahun 2014. Yang mana, persolan tersebut terindikasi berkaitan dengan hukum dan tindak pidana korupsi.

(Baca: Ketua DPRD Diduga Sengaja Tutupi Korupsi di Pemkot Bekasi)

Setidaknya, hal ini bisa dilihat dari hasil rekomendasi yang dikeluarkan DPRD hasil dari pembahasan Badan Anggaran atas audit BPK tahun 2014 yang sama sekali tidak menyentuh pada temuan-temuan yang bersifat krusial dan berimplikasi pada hukum terutama pidana korupsi.

(Baca: Ini 6 Rekomendasi DPRD kepada Pemkot Bekasi atas Temuan BPK 2014)

(TIM)

Tinggalkan komentar