Monopoli Lelang Proyek di LPSE Kota Bekasi Tergolong Modus Baru

Modus monopoli lelang proyek pada layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) Kota Bekasi yang ditemukan Badan Pemeriksa Keuangan tergolong modus baru. Lelang tersebut diselenggarakan oleh Dinas Bina Marga dan Tata Air tahun 2014.

Dalam laporan hasil pemeriksaannya, BPK menemukan kesamaan ip client (jaringan komputer) 6 dari 7 peserta lelang yang mengupload dokumen penawaran untuk proyek pengendalian banjir Perumnas 3, Kelurahan Aren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi.

Enam perusahaan tersebut antara lain PT Bona Jati Mutiara (BJM), PT Bangun Bunga Artindo (BBA), PT Tri Ras Jaya (TRJ), PT Riani Asisi Perdana (RAP), PT Daksina Persada (DP) dan PT Jatisibu Karya Anugerah (JKA). Sedangkan satu peserta lain, yang ip clientnya berbeda, adalah PT Mutiara Indah Purnama (MIP).

Pendaftaran lelang sendiri dibuka pada 19 sampai 23 Agustus 2014 dan diikuti 24 peserta. Namun, hingga 25 Agustus, yang berhasil memasukkan dokumen penawaran hanya 7 peserta. Lelang pun dibatalkan lantaran semua peserta tidak lulus tahap evaluasi administrasi dan teknis.

Pendaftaran lelang kembali dibuka pada 12 sampai 17 September 2014 dan diikuti 28 peserta. Kali ini, yang memasukkan dokumen penawaran berkurang menjadi lima peserta. PT MIP dan PT JKA tidak masuk percaturan.

(Lihat detail: Terungkap, Dinas Bimarta Kota Bekasi Monopoli Lelang Proyek)

PT BBA, PT TRJ, PT DP, dan PT RAP, dinyatakan tidak lulus dengan alasan yang sama: tidak melampirkan jaminan penawaran. Hanya PT BJM yang memenuhi semua syarat, dan selanjutnya dinyatakan menang oleh panitia. Tapi, lagi-lagi, dokumen mereka diupload melalui IP client yang sama.

Modus baru

Informasi yang dihimpun klikbekasi.co dari berbagai sumber, modus kecurangan pada LPSE memang tidak banyak terungkap. Hanya satu modus yang sudah tercium, yaitu dengan cara mengurangi bandwidth atau kapasitas server.

Dalam modus tersebut, peserta lelang akan kesulitan untuk mengupload dokumen penawaran. Kalau pun peserta sudah mengunggah, dokumen penawaran mereka akan cacat dan ujung-ujungnya tidak menang. Nah, untuk pemenang yang sudah ditentukan, mereka ‘dikode’ agar mengupload dokumen pada jam tertentu.

Dalam kasus Aren Jaya, perbedaan antara jumlah peserta yang mendaftar dengan jumlah yang peserta yang mengupload dokumen bisa dikatakan mencolok. Panitia lelang diduga turut menggunakan modus mengurangi bandwidth.

Yang baru dari kasus Aren Jaya adalah soal IP Client yang sama persis. Kesamaan IP Client mengindikasikan sejumlah perusahaan dikendalikan oleh orang yang sama. Sebenarnya modus ini hanya mengulang modus gaya lama sebelum ada LPSE.

Sebelum LPSE, modus ‘keroyokan’ itu digunakan agar peserta lelang yang akan dikalahkan tidak mencurigai adanya persekongkolan antara panitia dan calon pemenang. Jadi, LPSE tidak tentu bebas dari kecurangan.

(Res)

Tinggalkan komentar