Site logo

Mengapa MK Menyarankan agar Gugatan terhadap UU Pilkada Dicabut?

Mahkamah Konstitusi (MK) menyarankan agar sembilan pemohon mencabut gugatan perkara pengujian formal dan materiil Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) terhadap UUD 1945.

Hakim MK menganggap bahwa obyek permohonan, yakni UU Pilkada, sudah tidak berlaku dan telah diganti oleh Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014.

“Undang-undang ini sudah ‘digasak’ Perppu, obyek permohonan ini sudah hangus,” ujar hakim MK, Arief Hidayat, dalam sidang perkara pengujian UU Pilkada, di ruang sidang Gedung MK, Jakarta, Senin (13/10/2014).

Sementara itu, anggota hakim panel MK, Muhammad Alim, mengatakan, sejak berlakunya Perppu Nomor 1 Tahun 2014 pada 2 Oktober 2014, secara otomatis, UU Nomor 22 Tahun 2014 sudah tidak berlaku lagi.

“Pada saat Perppu ini mulai berlaku, UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota dicabut dan tidak berlaku,” ucap Alim.

Berdasarkan pernyataan hakim MK tersebut, setidaknya ada tiga pemohon yang menyatakan mencabut gugatannya. Mereka adalah pemohon dari Direktur Indo Survei dan Strategi, I Hendrasmo, dengan perkara Nomor 100/PUU-XII/2014, Budhi Sutardjo dan sebelas pemohon lainnya dengan perkara Nomor 103/PUU-XII/2014, dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia dengan perkara Nomor 104/PUU-XII/2014.

“Karena menyadari hal ini, pemohon Nomor 100 mencabut perkara ini,” ujar kuasa hukum dari Indo Survei dan Strategi, Andi Asrun.

Namun, ada pula beberapa pemohon yang masih ingin meneruskan gugatan UU Pilkada. Salah satunya adalah Partai Nasdem yang diwakili OC Kaligis. Kaligis masih mencari kepastian hukum dari hilangnya obyek permohonan yang dikatakan hakim MK.

“Nah, yang dicari kepastian hukum atau pemecahan masalah. Selagi masih ada masalah, saya masih berhak untuk mengajukan,” ucap Kaligis.(Res)

sumber: kompas

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment
    Home
    Mulai Menulis
    News