Ketua Komisi A DPRD Kota Bekasi Ariyanto Hendrata merasa ‘cemburu’ karena media massa dinilai lebih membela Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ketimbang institusinya, dalam kisruh tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang.
“Jadi, bukan kami dari dewan yang membuat kisruh terkait sampah. Semua ini terjadi karena medialah yang bikin kisruh,” kata Ariyanto saat audiensi dengan sejumlah mahasiswa di DPRD Kota Bekasi, Senin (9/11/2015).
“Coba lihat, Ahok ngomong apa ditulis, nanti ada lagi komentar Ahok ditulis, jadi yang bikin kisruh ya media,” jelas Ariyanto di hadapan mahasiswa dari HMI dan Lingkar Dinamika Lingkungan Hidup.
(Baca: 5 Aksi Konyol DPRD Bekasi tentang TPST Bantar Gebang)
Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu meminta media fokus terhadap pelanggaran yang dilakukan DKI Jakarta, bukan malah melebar kemana-mana seperti menyangkut isu anggota dewan menerima ‘setoran’ dari PT Godang Tua Jaya selaku pengelola TPST.
DPRD Diminta Buka-bukaan
Ketua HMI Cabang Bekasi, Zulkhan Ismail, mendesak agar DPRD buka-bukaan mengenai uang ratusan miliar rupiah yang mengalir setiap tahun dari Pemrov DKI Jakarta ke PT Godang Tua Jaya dan kemudian sampai ke Kota Bekasi.
Uang yang dimaksud Ismail ialah jasa pengelolaan sampah atau tipping fee. 20 persen dari tipping fee tersebut disetorkan ke Kota Bekasi melalui mekanisme community development atau pemberdayaan masyarakat.
20 persen uang tipping fee diduga menjadi ladang korupsi, karena penggunanya tidak disebutkan dalam APBD Kota Bekasi. Di tingkat paling bawah, uang kompensasi untuk masyarakat juga disunat berkali-kali.
“Komisi A bisa menujuk salah satu anggotanya menjadi juru bicara untuk menjelaskan. Dengan begitu, masyarakat tidak bingung dan berpikir macam-macam,” kata Ismail.
(Baca: Uang Kompensasi TPST Bantar Gebang Dikorupsi, Ini Hitungannya)
Perwakilan LDSLH, Ardiansyah Ibnu Albar, juga meminta DPRD Kota Bekasi tidak cuci tangan setelah kasus Bantar Gebang menggelinding hebat seperti bola panas. DPRD, kata dia, harus membela kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pengusaha.
“DPRD harus fokus membela kepentingan umum, bukan kepentingan pribadi. Jangan sampai konflik ini malah merugikan masyarakat,” katanya. (Adi Talor/Res)