Tim Kuasa Hukum PT Tenang Jaya Sejahtera (TJS) melaporkan Ketua Pengadilan Negeri(KPN) Bekasi Kelas 1A khusus, Albertina Ho ke Mahkamah Agung RI(MA) dan Komisi Yudisial(KY), Kamis (27/8).
Ia dilaporkan karena menolak mengeksekusi putusan MA terhadap PT Chuhatsu Indonesia yang telah berkekuatan hukum tetap.
Lukman Hakim, anggota tim kuasa hukum PT TJS dari kantor advokat Didi Suwardi dan rekan kepada wartawan mengatakan, pihaknya terpaksa melaporkan Albertina karena dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum setelah PN Bekasi menolak kedua surat permohonan eksekusi atas putusan perkara perdata No.1051 K/PDT/2014, Jo No.408/PDT.G/2013/PT.BDG, Jo.No.322/PDT.G/2012/PN Bekasi sesuai surat No.036/DS-Adv/P/VI/2005 tanggal 29 Juni 2015 dan 043/DS.Adv/P/VII/2015 tanggal 12 Agustus 2015 dengan dalih karena tergugat tengah melakukan Peninjauan Kembali.
“Kami mengajukan permohonan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkuatan hukum tetap. Sesuai dengan amar putusan, tergugat(PT Chuhatsu Indonesia) dihukum untuk membayar ganti kerugian klien kami(PT TJS) sebesar Rp 9,5 milyar. Namun, pihak PN Bekasi menolak eksekusi tersebut dengan alasan tergugat tengah melakukan upaya hukum luar biasa yakni Peninjauan Kembali(PK),” kata Lukman.
Menurutnya, sikap dan keputusan Albertina yang tidak mau menjalankan eksekusi terhadap perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (In kracht van gewijsde) tentu bertentangan dengan Undang-undang Republik Indonesia No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.5 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang No.14 tahun 1985 dan NO.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung,terutama bunyi Pasal 66 ayat 2 yang menyatakan, Permohonan Peninjauan Kembali(PK) tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
“Jadi, sesuai dengan undang-undang tidak ada alasan Ketua Pengadilan Negeri Bekasi untuk tidak melakukan eksekusi atas putusan MA tersebut,” jelasnya.
Putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap hanya bisa ditangguhkan melalui PK apabila putusan tersebut menyangkut nyawa seseorang.
“Kalau seorang terpidana yang sudah dijatuhi hukuman mati baik ditingkat PN,PT maupun MA boleh ditangguhkan apabila yang bersangkutan mengajukan PK karena hal ini urusannya hak hidup seseorang,” tandasnya.
Dia membeberkan, Perkara perdata antara PT. TJS sebagai penggugat dan PT. Chuhatsu Indonesia sebagai tergugat dilatarbelakangi pemutusan kontrak kerja sepihak pengolahan limbah hasil produksi oleh PT. Chuhatsu Indonesia pada tahun 2012 lalu, sehingga akibat pemutusan kontrak kerja itu PT. TJS mengalami kerugian materi.
Dalam perkara itu, lanjut dia, dimenangkan oleh PT. TJS sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Bekasi nomor 322/pdt.G/2012/PN.Bks tertanggal 22 Mei 2013.
“Upaya hukum biasa sudah dilalui, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung semuanya mengabulkan sebagian permohonan dari penggugat,” terangnya.
Untuk itu, tandas Lukman, atas pelaporan ini diharapkan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial bisa memberikan pengawasan dan evaluasi terhadap Ketua Pengadilan Negeri Bekasi, serta memberikan sanksi sesuai dengan perundang-undangan.
“Akibat tidak dilakukannya eksekusi tersebut memberikan ketidakpastian hukum terhadap kami,” tukasnya.
Menanggapi laporan tersebut, Bebet Ubaydilah Afandi, Panitia Sekertaris Pengadilan Negeri Bekasi mengatakan, pihaknya, tidak bisa melarang hal itu. Sebab itu merupakan hak masyarakat, pihaknya merasa sudah menjalankan tugas sesuai aturan.
”yang jelas sekarang imi. Masih dalam proses,”
kata dia.
Sementara itu, Adang Suhendar, Panen Perdata pengadilan Negeri,Bekasi mengatakan, sampai saat ini pihaknya masih memproses menjalankan eksekusi terhadap perkara yang telah berkekuatan hukum tetap (In kracht van gewijsde).
“Namun demikian,pihak PN Bekasi, juga menghormati pihak lawan yang mengajukan PK,bukan berarti tidak menjalankan amar putusan, karena berkas baru satu bulan, ” tuturnya.
Terkiat , dengan Undang-undang Republik Indonesia No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang No.5 tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang No.14 tahun 1985 dan NO.5 tahun 2004 tentang Mahkamah Agung,terutama bunyi Pasal 66 ayat 2 yang menyatakan, Permohonan Peninjauan Kembali(PK) tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
“Jadi, yang menentukan dan memutuskan eksekusi, Ketua Pengadilan Negeri Bekasi, bukan berarti tidak dilaksanakan,karena ada aturan,amania selama 8 hari bagi pihak yang kalah dalam mengajukan PK”.katanya.
(Ezra)
lukman
Selasa, 22 September 2015 at 21:28Pernyataan Ubaydilah Afandi,Panitia Sek PN Bekasi&Adang Suhendar sangat patut didugq mrpkan kebohongan publik..krn permasalahan ini tdk mungkin dilaporkan ke KY R.I & MA R.I bila tdk ada pernyataan sebelumnya yg menyatakan permohonan eksekusi di tunda menunggu putusan PK. memang berdasarkan ketentuan hukum,permohonan eksekusi ditindaklanjuti oleh PN berupa aanmaning (peneguran ke pihak termohon eksekusi),namun krn PN Bks tetap bersikukuh menunda eksekusi & bahkan dinyatakan pula bahwa keputusan penundaan seperti ini tidak hanya berlaku u perkara ini saja..perkara sebelum2nya & yg sedang sama2 ajukan eksekusi dlm perkara lainnya jg sama di tunda..atas dasar itulah laporan ke KY & MA diajukan.