Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tentang kongkalikong antara anggota DPRD Kota Bekasi dengan PT Godang Tua Jaya, tentu tidak bisa diremehkan.
Ahok menyebut anggota dewan Kota Bekasi selalu ‘teriak’ manakala PT Godang Tua Jaya–selaku swasta yang dipercaya untuk mengelola tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantar Gebang–diultimatum oleh Pemrov DKI Jakarta.
Mantan anggota DPR RI itu membaca skenario ini: para politikus lokal sudah rutin menerima uang dari PT Godang Tua Jaya, sehingga ketika sang tuan dalam posisi terancam, mereka harus pasang badan.
Dengan pandangan jauh ke depan, Ahok memprediksi tingkah polah mereka akan semakin menjadi jika Pemrov DKI Jakarta berencana memutuskan kontrak dengan PT Godang Tua Jaya.
(Baca beritanya: Terbongkar, DPRD Bekasi Terima Setoran dari PT Godang Tua Jaya)
Sebelumnya, sejak Ahok memimpin, anggota dewan Bekasi tidak sevulgar ini menentang DKI Jakarta. Jika ada persoalan, mereka lebih sering menggerutu. Barangkali mereka sadar Ahok juga bisa lebih gila apabila ditekan.
Namun belum lama ini para ‘politikus Kalimalang’ itu mendadak beringasan. Mereka menyetop truk sampah DKI Jakarta dan terang-terangan mengancam akan menutup TPST Bantar Gebang jika Ahok tidak memenuhi panggilan mereka.
Ahok geleng-geleng kepala. Dengan gaya bicaranya yang ceplas-ceplos, Ahok menyebut mereka sok-sokan dan sombong. Merasa heroik, para anggota dewan itu pun makin menjadi-jadi melakukan konfrontasi.
Mungkin Ahok bertanya-tanya, mengapa mereka seberani itu? Dan ia kemudian menemukan jawabannya: mereka boleh jadi adalah para centeng PT Godang Tua Jaya. Di sinilah Ahok sebenarnya memulai gerakan kuda-kudanya.
Sudah semestinya anggota dewan dari Komisi A, yang menabuh genderang perang itu, berhati-hati. Jika apa yang dituduhkan Ahok terbukti, bersiaplah masuk ke level baru yang lebih berat.
Publik sudah terlanjur menyaksikan pertarungan. Skala kasus ini pun tidak kecil. Di Bantar Gebang, bukan saja terdapat gunungan sampah, tapi juga uang yang berputar begitu melimpah.
Salah-salah langkah, nasib para anggota dewan yang terhormat bisa itu bisa gawat.
Redaksi