Manipulasi data pajak di Kota Bekasi diduga melibatkan oknum aparat sipil negara (ASN) karena berlangsung rapi yang sudah berlangsung lama.
Salah satu warga Kelurahan Jatirasa Kecamatan Jatiasih Kota Bekasi kepada pers, Rabu, mengemukakan, pajak aset tanahnya yang hanya 78 meter persegi mulai bermasalah sejak tahun 2012.
(Baca: Data Pajak PBB di Kota Bekasi Diduga Dimanipulasi)
Ketika itu terjadi perbedaan data antara SPPT dengan data di komputer baik di Bank Rakyat Indonesia (BRI) maupun Bank Jabar Banten (BJB).
Petugas dua bank itu menolak pembayaran pajaknya sejak 20012 karena terjadinya perbedaan nama. Di SPPT tahun 20012 atas nama Titin, namun di komputer tertera nama Evi Sulastri.
Perbedaan data di SPPT dengan yang ada di bank itu terjadi sejak tahun 2012. Pernah pula dikonfirmasi kepada orang yang namanya tertera di komputer bank, namun hanya diam saja, tidak ada respon dan cuma “cengar’cengir”.
Ketika ditanyakan kepada aparat pemerintah di tingkat bawah, mereka mengatakan tidak tahu karena urusan kelurahan.
Ketika ditanyakan ke kelurahan diperoleh jawaban bahwa itu urusan kecamatan. Petugas di Kecamatan Jatiasih ketika ditanyakan mengenai masalah itu “melempar” ke Kelurahan Jatirasa.
Petugas Kelurahan Jatirasa ketika ditanya ulang menyatakan itu urusan bank. Petugas Bank Jabar Banten (BJB) hanya menjelaskan bahwa PBB yang dimaksud telah dibayarkan. Bank hanya menerima pembayaran, walaupun ada perbedaan lokasi objek pajak dan nilai pajaknya.
Namun ketika ditanyakan mengenai adanya perbedaan data di SPPT dengan di komputer meminta wajib pajak mengurus di kecamatan. Kemudian pihak kecamatan ditanyakan mengenai mana prosedur yang benar “melempar” ke Dispenda Kota Bekasi.
Dari investigasi diperoleh keterangan bahwa manipulasi data pajak itu sudah berlangsung lama dan melibatkan jaringan di beberapa instansi, baik di tingkat masyarakat (RT/RW) maupun kelurahan dan kecamatan.
Selain itu, manipulasi data juga melibatkan aparat Dispenda karena instansi ini yang menyusun data mengenai nama objek pajak dan nilai besarnya pajak yang harus dibayar wajib pajak.
Data mengenai objek pajak disiapkan dari kelurahan kemudian diolah di kecamatan. Selanjutnya dikirim ke Dispenda. Proses data ini rawan manipulasi oleh oknum-oknum aparat.
Menurut informasi yang diperoleh, manipulasi data pajak ini melibatkan pengusaha dan aparat sipil negara (ASN) dari jajaran paling rendah hingga di dinas atau instansi. Diduga ada “permainan” dan transaksi uang di sini.
Warga Jatirasa tidak mau memberi keterangan atau informasi baik kepada korban manipulasi pajak maupun kepada pers. Bahkan mereka menghindar seolah ketakutan kepada korban maupun kepada pers. (Antara/Res).