Kuasa Hukum Roro Yoewati, Rury Arief Riyanto mempertanyakan status 1.564 Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemkot Bekasi hasil Diklat Prajabatan tahun 2009 yang dianggap bermasalah oleh penegak hukum.
Menurutnya, jika Diklat Prajabatan tahun 2009 dianggap bermasalah maka status PNS produk Diklat Prajabatan tahun 2009 barang tentu bermasalah.
“Kalau dianggap bermasalah, maka status para PNS bermasalah. Sebab diklatnya dianggap bermasalah. Sebagai konskwensi logis, para PNS peserta diklat wajib mengembalikan hak-hak yang selama ini sudah mereka nikmati,” ujar Rury, Kamis (2/6).
Rury juga mengatakan, bahwa apa yang disampaikannya bukan hal yang mengada-ngada. Ia mengaku, berpedoman kepada hasil putusan sidang gugatan praperadilan pada 25 April 2016 yang diajukan kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Bekasi.
Dalam sidang tersebut kata Rury, pihak PN Bekasi melalui Buhari, SH selaku hakim tunggal memutuskan menolak gugatan kliennya.
Masalanya kata dia, bukan sekedar menolak saja, hakim dalam sidang praperadilan mengacu pada rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pemangunan (BPKP) Jawa Barat sepakat dalam dua hal dengan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Bekasi.
Hal pertama, yakni soal kerjasama Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi dalam hal ini Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kota Bekasi, dengan Badan Diklat Provinsi Jawa Barat serta Wingdiktekkal, Husein Sastranegara TNI AU dianggap cacat hukum karena kedua lembaga negara atau pemerintah tersebut dianggap tidak terakreditasi.
Hal kedua, penyelengaraan Diklat dianggap tidak sah karena penunjukan kedua lembaga negara atau pemerintah tersebut sebagai mitra Pemkot Bekasi dalam pelaksanaan kegiatan Diklat Prajab 2009 tidak melalui proses lelang atau tender.
Yang kalau diartikan, Kejaksaan dan Hakim Praperadilan menginginkan lembaga negara atau pemerintah wajib ikut mengajukan diri sebagai peserta lelang bila diminta bekerjasama dengan lembaga pemerintah yang memerlukan kerjasamanya.
Jika demikian, maka menurut Rury, kegiatan Diklat Prajabatan tahun 2009 bisa dikatakan ilegal lantaran dianggap tidak terakreditasi dan secara tidak langsung pengangkatan CPNS menjadi PNS bagi 1.564 peserta Diklat menjadi tidak sah pula.
Lantaran tidak sah, Pemkot Bekasi menurut Rury, memiliki kewajiban membatalkan perjanjian kerjasama yang dianggap tidak sah dan wajib meminta kembali anggaran Diklat Prajabatan yang telah diberikan pada Wingdiktekkal TNI AU, karena dianggap tidak layak dan tidak terakreditasi.
”Jadi intinya putusannya ditolak dengan pertimbangan hakim seperti itu.Nah kalo pertimbangan hakim mengatakan kerjasama tidak sah, berarti logikanya kegiatan juga tidak sah dong, bahkan ilegal.Dan itu artinya pengangkatan PNS juga cacat,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan menetapkan Roro sebagai tersangka kasus dugaan korupsi anggaran Diklat Pra Jabatan yang dilaksanakan pada tahun 2009.
Diklat Prajab golongan I, II dan III itu diikuti sekitar 1.500 pegawai negeri sipil Pemerintah Kota Bekasi dan menelan anggaran Rp 8 miliar.
Dalam kegiatan itu, Roro yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen di Badan Kepegawaian Daerah (BKD), menggandeng Wing Pendidikan Teknik dan Pembekalan (Wingdiktekkal) TNI AU Bandung.
Awalnya, semua proses pembayaran kepada pihak kedua dilakukan melalui rekening instansi. Namun, beberapa waktu kemudian, Roro menerima uang Rp 2,4 miliar di rekening pribadinya.
Saat ini, Roro berada di Rumah Tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur, sejak ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Bekasi pada 18 Maret 2016.(Ical)