Para calon anggota legislatif (caleg) dari 16 partai politik peserta Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 di Kota Bekasi akan berkompetisi hingga April 2019 mendatang. Mereka akan bersaing untuk memperebutkan jatah 50 kursi yang tersedia di DPRD Kota Bekasi.
Pileg 2019 masih akan diramaikan petahana yang saat ini duduk sebagai anggota DPRD Kota Bekasi. Mereka masih turun gelanggang. Dari 50 orang, kurang lebih 42 orang masih akan berlaga. Artinya ada 8 orang yang tidak lagi maju menjadi caleg DPRD Kota Bekasi.
Adapun 8 orang yang tidak lagi maju disebabkan beragam alasan. Dari mulai tidak dicalonkan partainya, memilih tidak mencalonkan hingga dicalonkan partai untuk level lebih tinggi.
Para caleg, akan berebut suara di masing-masing Daerah Pemilihan (Dapil). Jumlah Dapil sendiri ada 6, diantaranya, Dapil I (Kecamatan Bekasi Selatan-Bekasi Timur, Dapil II (Kecamatan Bekasi Utara), Dapil III (Kecamatan Rawalumbu-Bantargebang-Mustikajaya), Dapil IV (Jatiasih-Jati Sampurna), Dapil V (Pondok Gede-Pondok Melati) dan Dapil VI (Bekasi Barat-Medan Satria).
Dengan total suara diperebutkan sekitar 1,4 juta, mengacu jumlah pemilih pada Pilkada Kota Bekasi dan Pilgub Jawa Barat.
Ketua KPU Kota Bekasi, Ucu Asmara Sandi mengatakan, semua partai politik peserta pemilu sudah mendaftarkan calegnya ke KPU Kota Bekasi.
“17 Juli 2018 adalah hari terakhir pendaftaran. Semua parpol sudah mendaftar, tidak ada satupun yang tidak mendaftarkan calegnya,” kata dia.
Ucu menambahkan, KPU akan melakukan verifikasi kelengkapan administrasi dan akan menyampaikan hasil verifikasi pada 19-12 Juli 2019.
“KPU selanjutnya akan memberikan waktu untuk perbaikan daftar dan syarat pencalonan pada tanggal 1 sampai 7 Agustus 2018,” kata Ucu.
Lanjut, pada tanggal 8-12 Agustus 2018 KPU akan menyusun sekaligus menetapkan Daftar Caleg Sementara (DCS).
“Untuk pengumuman DCS tanggal 12 sampai 14 Agustus,” kata dia.
Setelah DSC diumumkan, KPU akan memberikan ruang kepada masyarakat untuk memberikan masukan atau tanggapan terhadap caleg.
“Jika ada tanggapan dari masyarakat atas caleg dari partai tertentu, nanti kita akan meminta klarifikasi kepada parpol bersangkutan,” kata dia.
KPU juga memberikan waktu bagi parpol untuk memperbaiki atau mengganti calegnya pada tanggal 1 sampai 3 September 2018.
“Oktober kita sudah umumkan Daftar Caleg Tetap (DCT),” tandasnya.
Lika-liku pencalegan
Perkara mendaftarkan caleg ke KPU bagi partai politik bukanlah hal yang sederhana, penuh lika-liku. Sebab, partai harus hati-hati betul siapa yang harus mereka daftarkan menjadi caleg. Kurang tepat saja, partai bisa rugi besar.
Apalagi dengan adanya perubahan Dapil, partai mesti meramu nama-nama caleg dengan tepat.
Belum lagi tingginya tingkat kepentingan di dalam internal partai. Bukan rahasia lagi, dalam tubuh partai terjadi pergulatan sengit untuk bisa masuk menjadi caleg bahkan demi mendapatkan nomor urut 1 saja, caleg bisa saling jegal. Tak bisa dipungkiri, persaingan kerap memakan korban.
Di Golkar misalnya, nama Machrul Falak yang saat ini menjabat anggota DPRD Kota Bekasi tidak dicalonkan kembali di tingakt kota. Namanya justru ditaruh menjadi caleg Provinsi Jawa Barat. Kabarnya, Machrul sengaja dilempar oleh petinggi Golkar.
Fenomena itu juga terjadi di PDI Perjuangan. Lilik Hariyoso, Tumpak Sidabutar, dua nama yang merupakan anggota DPRD Kota Bekasi dari partai moncong putih tidak lagi dicalonkan di tingkat kota. Keduanya dipindah menjadi caleg DPRD Provinsi. Lilik dari Dapil Kota Bekasi Depok sedangkan Tumpak dari Dapil Bogor.
Tak hanya Golkar dan PDI Perjuangan, salah satu anggota dewan dari PKS juga mengalami nasib serupa. Ariyanto Hendrata yang sudah dua periode jadi anggota dewan, untuk Pileg kali ini terpaksa harus rehat alias tidak maju dari PKS. Menguatnya konflik PKS di tingkat pusat antara kelompok pro Fahri Hamzah dan Sohibul Iman menjadi penyebabnya.
Peta kekuatan partai politik
Pemilu 2019 diikuti 16 partai politik terdiri dari 4 parpol baru seperti Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, Perindo dan Berkarya. Sisanya, 12 partai merupakan partai lama atau mereka yang sudah ikut dalam Pileg 2014 antaralain, PDI Perjuangan, Golkar, PKS, Gerindra, Demokrat, PKB, PAN, PPP, Hanura, Nasdem, PKPI dan PBB.
Dari 12 partai lama, hanya PBB, PKPI dan Nasdem yang tak punya perolehan kursi di DPRD Kota Bekasi.
Sedangkan PDI Perjuangan punya 12 kursi, Golkar 8 kursi, PKS 7 kursi, Gerindra 6 kursi, Demokrat 4 kursi, Hanura 4 kursi, PAN 4 kursi, PPP 4 kursi sedangkan PKB 1 kursi.
Pada Pileg 2019, partai-partai lama diprediksi masih akan mendominasi perolehan kursi di parlemen.
“Menurut saya partai lama masih akan dominan,” kata Pengamat Politik dari Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila, kepada Klik Bekasi.
Ia juga mengatakan, ada beberapa faktor yang akan membuat partai bisa sukses di Pileg 2019, salah satunya koalisi dalam Pilpres.
“Jumlah calon di masing-masing dapil dan kekuatan jaringan juga akan menentukan,” kata dia.
Meski partai lama lebih dijagokan, tidak lantas membuat partai baru ciut nyali. Perindo misalnya, meski menjadi pendatang baru, mereka optimis bisa memperoleh kursi di parlemen.
“Target tidak muluk-muluk, empat kursi juga cukup. Kami sadar partai ini baru, dan perdana mengikuti pemilu. Namun, kami juga optimis untuk bertekad menjadi pemenang di Pemilu 2019 mendatang,” kata Ketua DPD Perindo Kota Bekasi, Gunawan.
Magnet masyarakat
Jabatan sebagai wakil rakyat atau anggota dewan bagi sebagian masyarakat masih menjadi magnet atau daya tarik tersendiri. Faktanya, setiap Pileg 2019 digelar banyak masyarakat berbondong-bondong ikut pemilu sebagai caleg.
Mereka berangkat dari latar belakang berbeda-beda, mulai dari pengusaha, kaum profesional, aktivis, tokoh agama, tokoh masyarakat, pensiunan pegawai negeri sipil. Bahkan pengangguran juga ada, yang sekedar mencari peruntungan.
Demi menjadi dewan, sebagian caleg tidak segan-segan menghabiskan uang ratusan juta hingga miliaran rupiah asal bisa duduk sebagai wakil rakyat.
Sebagian partai, bahkan menjadikan ‘isi kantong’ menjadi pertimbangan seseorang didaftarkan menjadi caleg. Namun, anggapan itu tidak dibenarkan sejumlah partai di Kota Bekasi.
“Syarat utama menjadi caleg itu integritas, rekam jejak dan yang paling penting modal sosial. Uang memang penting tapi tidak jadi syarat mutlak. Buktinya, banyak yang jor-joran uang saat pemilu lima tahun lalu tapi kalah, gak kepilih jadi dewan,” ujar Ketua DPC Hanura Kota Bekasi, Syaherallayali.
Jabatan wakil rakyat masih menjadi magnet dikarenakan beberapa hal. Mulai dari soal prestise hingga motif ekonomi. Faktor ekonomi masih jadi alasan dominan mengapa orang berebut menjadi dewan.
“Gaji dewan sekarang bisa sampai tiga puluh juta sebulan. Belum lagi kalau kunjungan kerja dapat uang sakunya juga lumayan. Jadi dengan pendapatan yang ada cukuplah bisa untuk konstituen dan biaya hidup,” kata salah seorang caleg, yang enggan namanya disebut.
Bahkan, bisa jadi menjadi dewan bagi sebagian orang adalah semacam pekerjaan. Faktanya, ada sejumlah orang yang menjadi dewan hingga tiga periode dan masih mencalonkan lagi sebagai caleg di Pileg 2019.
Pengamat Politik dari Universitas Islam 45 Bekasi, Adi Susila lantas berpesan kepada masyarakat, agar menjadikan pemilu sebagai ajang memilih partai dan presiden terbaik sekaligus sarana untuk ‘menghukum’ parpol yang tidak sesuai dengan kehendak hati rakyat.
“Inilah momentum untuk menentukan wakil rakyat terbaik, memilih presiden dan parpol terbaik. Sekaligus menghukum partai-partai dan wakil-wakilnya yang tidak sesuai kehendak hati rakyat,” pungkasnya.(Ical)