Dodol adalah panganan wajib masyarakat Bekasi pada saat lebaran. Biasanya, kue ini dibuat ramai-ramai pada saat penghujung puasa. Kini dodol kian sulit dijumpai, hanya di kampung-kampung yang masih kental menjadi tradisinya. Namun, masih ada orang yang setia membuat dodol hingga saat ini. Dialah Abdul Wadud.
Abdul sudah menekuni usaha pembuatan dodol khas Bekasi sejak 12 tahun silam. Bahkan dodol buatan dia sudah sampai ke Mesir, beberapa negara di Eropa dan Australia.
Kebanyakan, pesanan datang dari orang Bekasi yang kebetulan kuliah atau tinggal di luar negeri. Kini, bekerjasama sama dengan Karang Taruna Kecamatan Babelan, dodol buatan Abdul dipasarkan ke toko-toko dengan merek dagang bernama Bunga.
“Tadinya hanya terima pesanan saja, tapi sekarang dengan bantuan teman-teman sudah bisa didapat di toko-toko kue meskipun masih sedikit dan belum terlalu dikenal,” ujar Abdul.
Pria berkacamata ini menuturkan, keahlian membuat dodol didapat dari sang nenek yang terkenal sebagai pembuat dodol terlezat se-Babelan. Setiap lebaran atau acara hajatan, dia menemani sang nenek membuat dodol pesanan. Pada tahun 2004, dia mendapat tawaran untuk mengikuti pelatihan pembuatan dodol yang disponsori Karang Taruna dan Pemda Kabupaten Bekasi. Dengan harapan, bisa dikembangkan menjadi sentra industri rumahan yang produktif. Namun, dari sekian banyak peserta, hanya dia dan satu orang temannya di Kecamatan Sukatani yang sampai saat ini tetap bertahan.
“Membuat dodol itu tidak ada resepnya, tapi perlu keahlian khusus yang didapat dari pengalaman,” jelas dia.
Proses pembuatan dodol memang tidak mudah. Bahan baku yang digunakan harus berasal dari kualitas nomer satu, mulai dari kelapa, gula merah, ketan, sampai proses pengapian. Jika salah satu ada yang kurang, kualitas dodol kurang bagus, dalam bahasa masyarakat Bekasi disebut kriput atau naik gula.
“Jika salah memilih bahan baku, tidak akan jadi. Diperlukan rasa dan pengalaman,” kata dia.
Untuk satu kali proses pemasakan, diperlukan waktu 15 jam. Wajar, jika membuat dodol membutuhkan banyak tenaga orang. Biasanya, dodol dibuat pada saat menjelang lebaran atau hajatan. Dalam pandangan Abdul, hal ini mengandung filosofi yang sangat dalam. Sebab, dalam proses pembuatan tersebut, orang bisa saling berinteraksi, bercengkrama dan berbagi. Bahkan mitosnya, pada saat membuat dodol, tidak boleh berkata sembarangan dan bertindak sembrono.
“Dodol itu simbol prestise atau gengsi. Ongkos pembuatannya mahal dan susah. Makanya orang buat secara kolektif agar bercengkrama pada saat membuat dodol, inilah kelebihannya,” kata dia.
Kini, dengan keahlian yang dimiliki, Abdul mampu membuat dodol dengan beberapa pilihan rasa, di antaranya adalah pisang tape, nangka, duren, dan dodol betawi. Kemasannya pun tidak lagi lempengan, sudah dibuat beraneka ragam mulai dari kotak hingga bulat.
Namun, semua itu tidak mengurangi citrarasa. Harga jual dodol Bunga bervariasi antara Rp 12.000 – Rp 20.000. Kelebihan dodol Bekasi, kata Abdul, adalah punya daya tahan lebih lama. Dalam satu hari, Abdul bisa memasak dua kuali berisi 10 liter beras.
“Kelebihan dodol Bekasi adalah tanpa bahan pengawet, tapi daya tahannya bisa sampai enam bulan bahkan satu tahun. Makanya, jika dikirim ke luar negeri, tidak khawatir basi atau berjamur,” jelasnya.
Abdul menuturkan, usahanya ini bukan semata-mata mengejar keuntungan belaka. Dia merasa berkewajiban untuk melestarikan makanan khas Bekasi yang saat ini nyaris tergusur oleh berbagai biskuit buatan pabrik. Dia berharap agar pemerintah daerah mampu membantu mempromosikan dodol Bekasi.
“Cita-cita saya adalah menjadikan dodol Bekasi menjadi makanan khas yang dikenal ke seluruh penjuru Indonesia dan dunia,” pungkas Abdul.(Brat)