Site logo

Audisi di Kandang Si Banteng

PDI Perjuangan Kota Bekasi siap-siap menghadapi Pilkada Kota Bekasi 2018. Partai pemegang kursi terbanyak di legislatif ini mengawalinya dengan membuka audisi. Siapa bakal terpilih?

Dalam kurun 20 Mei hingga 6 Juni 2017, siapa pun yang berminat menjadi calon wali kota Bekasi–baik dari internal maupun eksternal PDI Perjuangan–bisa mengikuti proses audisi.

“Ini adalah proses penjaringan dan penyaringan, yang merupakan amanah partai. Internal bisa, eksternal bisa,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang PDI Perjuangan Kota Bekasi, Anim Imamuddin, dalam jumpa pers di kantornya, Rabu (17/05/2017) malam.

“Tidak ada syarat khusus, yang penting warga negara Indonesia dan memenuhi persyaratan administrasi. Sebagai contoh memiliki ijazah minimal SMA. Ini juga berlaku bagi semua cabang di seluruh Indonesia.”

Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) PDI Perjuangan Kota Bekasi, Nico Godjang menjelaskan, peserta bisa datang pukul 10.00 sampai 17.00 di kantor cabang partai. Tidak ada pungutan biaya apa pun.

“Penjaringan ini gratis. Silahkan mengambil formulirnya, kemudian isi. Penyerahan kembali formulir paling lambat saat penutupan, yakni 6 Juni 2017,” jelas Nico.

Setelah proses pendaftaran selesai, PDI Perjuangan segera menyeleksi berkas peserta. Selanjutnya, partai melakukan survei internal dengan menggandeng lembaga independen yang sudah direkomendasikan pimpinan di pusat.

“Nama-nama yang sudah ada akan diserahkan ke pimpinan tingkat provinsi, untuk kembali disaring. Dari provinsi diserahkan ke pusat. Nah, keputusan final ada di pusat,” kata dia.

Menurut Nico, PDI Perjuangan menjunjung tinggi aturan main yang adil, sehingga tidak ada istilah ‘anak emas’ dalam proses penjaringan. Semua peserta memiliki kesempatan untuk menjadi calon wali kota dari PDI Perjuangan.

“Kami fair selama proses, tidak ada yang kami istimewakan. Ini sudah dibahas dan disepakati dalam rapat internal. Semua peserta berpeluang mendapat rekomendasi dari pusat,” kata dia.

Figur kuat di internal

Sejak jauh-jauh hari, sebenarnya sudah ada beberapa figur internal yang digadang bakal menjadi calon wali kota Bekasi periode 2018-2023 dari PDI Perjuangan. Mereka pentolan partai.

Ada Anim Imamuddin, ketua partai sekaligus ketua fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Bekasi. Ada Tumai, sekretaris partai yang juga ketua DPRD Kota Bekasi. Kemudian ada Mochtar Mohamad, mantan wali kota Bekasi, yang juga pernah menjadi ketua partai.

Siapa paling berpeluang memegang tiket? Ketiganya tentu memiliki faktor plus dan minus. Ini amat menentukan nasib mereka dalam mendapatkan rekomendasi dari pusat.

Peluang Anim terbuka lebar jika dilihat dari posisinya yang strategis di partai dan legislatif. Hanya saja, sejauh ini, popularitas Anim sangat rendah jika dibandingkan dengan Rahmat Effendi–petahana dari Golkar.

Tumai, politikus senior PDI Perjuangan yang sudah tiga periode duduk di legislatif, patut diperhitungan. Tidak ada yang menyangkal jika dia memiliki banyak kolega petinggi partai di pusat.

Yang mengganjal Tumai justru aturan internal partai yang melarang pimpinan DPRD ikut dalam proses pencalonan kepala daerah. Kecuali jika partai mengizinkan dan menganggap pencalonannya perlu.

Tidak jauh berbeda dengan Anim, Tumai pun tak cukup modal popularitas dan elektabilitas.

Barangkali hanya Mochtar Mohamad yang diyakini mampu mengimbangi popularitas dan elektabilitas petahana. Sebagai mantan orang nomor satu di Kota Bekasi, ia cukup mengerti bagaimana caranya memenangkan pertarungan.

Basis massa Mochtar di kalangan kader dan simpatisan partai teruji loyal. Di kalangan umum, ia berhubungan baik dengan tokoh-tokoh masyarakat dan organisasi. Mereka rata-rata menginginkan Mochtar maju kembali. Seandainya partai menyurvei, ini akan menjadi keunggulan tersendiri baginya.

Jejaring politik Mochtar cukup luas, bahkan dengan para petinggi partai di luar PDI Perjuangan. Di internal tidak diragukan lagi. Saat ini, ia menjabat wakil ketua Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDI Perjuangan pusat–badan yang mendapat perhatian khusus dari Megawati Soekarnoputri, karena berhubungan dengan kemanusiaan.

Hanya satu kendala Mochtar: ia pernah dipenjara karena kasus korupsi saat menjadi wali kota. Banyak kalangan menyangsikan apakah mungkin PDI Perjuangan, yang tidak pernah mencalonkan mantan narapidana, akan merekomendasi Mochtar sebagai calon.

AUDISI DI KANDANG BANTENG (2)

Adakah figur lain di internal, selain tiga itu? Memang belum ada yang mencolok, kecuali PDI Perjuangan sengaja menurunkan langsung seorang figur dari tingkat provinsi maupun pusat.

Namun, yang pasti terjadi, proses audisi di kandang banteng memicu konflik internal yang cukup sengit. Pengurus di tingkat kota, kecamatan sampai kelurahan, diprediksi berkubu-kubuan karena menjagokan salah satu figur.

Sebagai ketua partai, Anim menyadari adanya potensi konflik antarkubu. Perbedaan pandangan dan dukungan sudah pasti ada, namun tidak akan mengurangi solidaritas ketika sudah memasuki babak pertarungan di Pilkada.

PDI Perjuangan, kata Anim, adalah partai besar yang memiliki banyak pengalaman dalam menghadapi pertarungan. Dengan kedewasaan dan kematangan berpolitik, konflik internal bisa direda.

“Karena itulah, sebelum penjaringan, kami mengumpulkan semua kader. Kami akan memberikan pemahaman dan arahan untuk memastikan proses ini berjalan dengan baik,” katanya.

Anim juga tidak mempermasalahkan jika kader mendukung figur tertentu selama proses penjaringan. Asalkan, tegas dia, semua kader harus kompak memenangkan figur yang mendapatkan rekomendasi dari pusat.

“Tidak masalah dukung-mendukung. Yang penting ketika rekomendasi turun kader harus tegak lurus mengikuti keputusan partai,” tandasnya.

Mendekati petahana?

Desas-desus menjelang Pilkada Kota Bekasi 2018 terus berhembus. PDI Perjuangan kabarnya ingin berkoalisi dengan Golkar, yang saat ini menjagokan figur Rahmat Effendi sebagai petahana.

PDI Perjuangan konon sangat mengharapkan Rahmat Effendi pecah kongsi dengan wakilnya, Ahmad Syaikhu, dari PKS. Jika skenario itu terjadi, figur dari si moncong putih rela menjadi calon wakil wali kota Bekasi.

Riwayat juga menunjukkan, pada periode 2003-2008, Mochtar Mohamad menjadi wakil Ahmad Zurfaih dari Golkar. Periode berikutnya, gantian, Rahmat Effendi menjadi wakil Mochtar. Periode terakhir, PDI Perjuangan memilih jalan berpisah dengan Golkar meski akhirnya kalah.

Anim tidak mengiyakan, tapi juga tidak membantah desas-desus tersebut. Ia menjawab diplomatis: PDI Perjuangan harus menjalankan mekanisme partai terlebih dahulu sebelum mengambil sikap politik dalam Pilkada.

Keputusan politik–apakah berkoalisi atau tidak dengan petahana–tergantung dari arahan pimpinan di pusat. Menganalisa situasi politik dengan cermat, jelas Anim, menjadi sangat penting untuk menentukan sikap.

“Bagi kami sekarang, yang terpenting ialah menjalani tahapan secara benar, sampai muncul satu nama yang direkomendasi pusat. Soal koalisi, pusat jugalah yang memberikan pertimbangan,” kata Anim.

Wakil Ketua Bidang Organisasi PDI Perjuangan Kota Bekasi, Dedi Wahyudi, adalah salah satu yang tidak setuju jika figur dari partainya hanya menjadi wakil wali kota. Dengan 12 kursi di legislatif, PDI Perjuangan bisa maju sendiri tanpa perlu berkoalisi dengan petahana.

“Kami merupakan partai pemenang pemilu legislatif dan punya tiket sendiri. Kami mesti pasang target tinggi, menang Pilkada dengan menduduki kursi wali kota. Saya rasa kader lain memiliki pandangan yang sama,” katanya. (*)

Comments

  • No comments yet.
  • Add a comment