Sejumlah apartemen di wilayah kota mandiri Lippo Cikarang, Kabupaten Bekasi, diduga ikut melindungi keberadaan warga negara asing ilegal.
Apartemen Crown Court Executive Condominium di Jalan Pajajaran, Lippo Cikarang, misalnya, sempat melarang petugas imigrasi yang hendak melakukan operasi.
“Operasi itu kita laksanakan sejak 20 hingga 22 Oktober 2015 di wilayah Kabupaten Bekasi dan sekitarnya,” kata Kepala Imigrasi Kelas III Bekasi, Is Edy Ekoputranto, di Bekasi, Jumat (23/10/2015).
Pantauan klikbekasi.co, seorang sekuriti apartemen tersebut bersitegang dengan petugas Imigrasi Bekasi.
“Maaf saya hanya menjalankan tugas, diperintahkan pengelola apartemen untuk tidak memberikan ijin masuk. Silahkan tunggu di lobby,” ucap petugas sekuriti.
Akhirnya, petugas bisa masuk ke dalam apartemen. Sejumlah WNA diperiksa dan ternyata beberapa dari mereka tidak memiliki dokumen yang lengkap.
Edy mengatakan, Imigrasi Bekasi akan melayangkan surat teguran kepada apartemen yang berangkutan. Ia mengatakan, sejumlah apartemen di Lippo Cikarang memang menjadi target operasi karena di sanalah banyak WNA tinggal.
“Kami ini bertugas dilindungi oleh undang-undang, kalau dihalangi berarti sudah melawan hukum, bisa pidana jatuhnya,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, dalam operasi itu, petugas imigrasi melakukan pencocokan seluruh surat izin mulai dari paspor, KITAS, Visa dan identitas lainnya.
“Dari pemeriksaan, ada 30 WNA yang diduga melanggar izin. WNA tersebut tinggal di sejumlah tempat di Kabupaten Bekasi,” kata Edy.
“Apabila nantinya terbukti menyalahi aturan, selanjutnya akan kita lakukan deportasi ke negara asal,” katanya.
Dikatakan Edy, WNA tersebut berasal dari berbagai negara di Asia, salah satunya adalah Jepang. Mereka bekerja di kawasan industri di Kabupaten Bekasi.
“Pelanggarannya mayoritas menyalahi keterangan izin tinggal sementara (KITAS),” katanya.
Sesuai Pasal 122 huruf (a) pasal 75 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, kata dia, dapat dijatuhkan sanksi berupa deportasi ke negara asalnya.
“Selain itu ada pula ancaman 5 tahun penjara atau maksimal denda Rp500 juta apabila benar terbukti bersalah,” katanya.
(Talor/Res)